Kamis, 21 Oktober 2010

Yuk, Gunakan Lift dengan Beretika

Mempunyai kantor yang ‘gagah’ adalah impian dan kebangaan semua karyawan. Saya ada salah satu yang beruntung. Secara kebetulan saya bekerja di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Sebuah instansi yang menempati sebuah gedung baru yang cukup mentereng di Jakarta Selatan, dengan gedung setinggi 27 lantai. Entah mengapa namanya, tetap disebut Gedung 27 Lantai, bukan Menara bla-bla-bla...atau Wisma bla-bla-bla, namun kata orang, kenapa dinamakan Gedung 27 Lantai, karena memang lantainya ada 27 bukan 28 atau 29, kalau ada 29 lantai tentulah namanya Gedung 29 Lantai. Itulah seloroh orang-orang. Dan saya tidak akan mempermasalahkan nama.

Konsekuensi dari sebuah gedung yang tinggi, maka sarana yang tersedia didalamnya salah satunya adalah lift. Kebetulan gedung tersebut dilengkapi dengan 10 unit lift, untuk dapat mendukung sekitar 1500 pegawai yang ada di dalamnya. Sehingga kalau dihitung secara matematis, perlift akan mengangkut rata-rata 150 orang, belum kalau mobilitas pegawai setiap harinya.

Dengan jumlah lantai dan karyawan yang cukup banyak dan jumlah lift yang terbatas, maka kita kan selalu melihat dan bahkan berinteraksi dengan karyawan lain dalam penggunaan lift. Banyak fenomena penggunaan lift yang sebenarnya kurang pas kalau dilihat, atau mungkin bahasa kerennya kurang etis.

Sebelum menguraikan fenomena tersebut, terlebih dahulu saya akan bicara apa sebenarnya etis itu? Etis dan etika adalah dua kata yang mempunyai asal kata sama, namun karena kontek ataupun posisinya dalam kalimat berbeda maka bentuknya berubah. Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), salah satu arti etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk termasuk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Lebih lanjut K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam sebagai:
  • nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
  • kumpulan asas atau nilai moral.
  • ilmu tentang yang baik atau buruk.
Sehingga menurut saya pengertian etika adalah tentang sesuatu yang baik dan tidak baik, bukan kepada hal yang boleh atau dilarang. Sebagai contoh misalnya makan sambil jalan-jalan merupakan sesuatu yang tidak baik untuk dikerjakan, namun tidak dilarang. Simpulannya etika adalah sebuiah penilaian yang didasarkan pada ‘rasa’.

Kembali dalam hal penggunaan lift, bagi kita mudah untuk mematuhi larangan-larangan dalam penggunaan lift, antara lain :
  • jangan masuk lift apabila sudah overload;
  • dilarang merokok dalam lift;
  • dilarang meloncat-loncat dalam lift (kuda kali)
Namun yang sering tidak diperhatikan bagi pengguna lift adalah etika ketika menggunakan lift. Karena hal-hal tersebut lebih kepada ‘rasa’ tadi. Berikut ini adalah beberapa etika terkait penggunaan lift:
  • Jangan masuk lift sebelum orang didalam lift keluar;
  • Apabila kita akan masuk lift ternyata lift sudah akan tertutup namun kemudian dibukakan oleh olrang yang berada dalam lift maka ucapkan terima kasih, begitu pula sebaliknya apabila ada orang yang kebetulan akan masuk namun kemudian tertutup langkah baiknya kalau kita bukakan dari dalam;
  • Sebaiknya tidak menerima atau menggunakan hp didalam lift karena akan mengganggu orang-orang disekitar dengan bunyi dan ucapan kita;
  • Ketika lift tersebut penuh, dan terpaksa anda bergeser untuk memberi kesempatan orang lain masuk, maka mintalah maaf dengan orang yang berada disamping atau belakang kita yang mungkin terdesak badan kita;
  • Tidak berebutan keluar dari lift, berilah kesempatan pertama untuk orang yang di depan pintu atau yang membawa tas besar;
  • Jika anda berdiri dekat tombol buka tutup, tak ada salahnya untuk menjadi ‘lift operator’ sesaat, contoh bila ada yang mau keluar atau masuk, bantulah dengan menekan tombol buka atau tutup untuk menahan pintu lift sampai orang itu sudah keluar atau masuk;
  • Jangan minta tolong orang lain untuk menekan tombol lantai tujuan kita, kecuali bila mereka duluan yang menawarkan kepada kita;
  • Ucapkan ‘permisi’ atau ‘maaf’ pada orang yang menghalangi tangan anda untuk menekan tombol lantai tujuan kita;
  • Saat berada di lift bersama beberapa teman, janganlah membuat suara gaduh dengan bercanda berlebihan;
  • Tidak memaksakan diri masuk, jika lift sudah terlihat penuh walaupun mungkin kapasitasnya masih bisa masuk;
  • Bila kita berada didepan pintu lift dan keadaan di lift penuh, bila ada orang lain yang ingin keluar dari lift lebih baik anda keluar dulu dari lift untuk memberikan jalan lalu kembali lagi masuk;
  • Karena kebetulan satu gedung hanya untuk satu instansi, sudah dapat dipastikan bahwa kemungkinan besar kita akan ketemu dengan rekan kerja kita walaupun kita tidak saling kenal, yang akhirnya lama-lama akan kenal wajah juga, maka tidak ada salahnya kalau kita saling sapa atau sekedar senyum dan ketika keluar duluan ucapakan “saya duluan” atau “mari pak/mas” atau mungkin senyum saja...tidak ada salahnya kan, karena katanya senyum itu adalah ibadah.
Saya kira masih banyak etika lainnya terkait penggunaan lift, namun yang sedikit tadi mudah-mudahan bermanfaat.

1 komentar:

WONDEFULL UMROH - SUGENG mengatakan...

Terimakasih pak atas artikelnya
kalau saya biasanya malah memposisikan berdiri dekat tombol
biar ada aktivitas