Minggu, 20 Maret 2011

Empat Hal Tentang Harta

Manusia dan harta adalah suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Harta menjadi isu yang tidak akan habis dibahas atau dibicarakan. Apalagi semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang saat ini, walaupun memang tidak dapat dipungkiri masih banyak saudara-saudara kita yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Saya masih ingat ketika waktu saya kecil, kalau mau makan telur saja, ibu saya harus menggorengnya dicampur dengan tepung agar dapat merata bagi seluruh anggota keluarganya, atau apabila itu adalah telur bulat, maka harus dibagi 2 atau 3 agar merata juga. Saya masih ingat ketika waktu itu, ayah saya yang seorang guru SD, hanya mempunyai kendaraan bermerk vespa, dan sekarang akhirnya sudah bisa membeli tiga kendaraan roda dua untuk anggota keluargaku.Indikator tidak ilmiah itulah yang bisa saya rasakan untuk mengukur tingkat kesejateraan masyarakat kita.
Sekitar tahun 2008 saya mendapatkan sebuah tausiyyah dari Ustadz Hilmi Aminuddin. Salah satu nasehat yang masih sangat mengena sampai saat ini adalah nasehatnya tentang harta. Dalam tausiyyah tersebut, beliau berpesan agar ketika kita menginginkan suatu benda atau barang lainnya, dua hal yang harus dipertimbangkan sebelumnya adalah bahwa kita butuh benda itu dan yang kedua adalah kemanfaatan benda tersebut bagi orang lain. Kemudian dalam sebuah tausiyyahnya lagi di awal 2011, beliau menambahkan satu lagi, apabila kita diberikan kemurahan Allah sehingga kita memiliki harta yang jumlahnya di atas rata-rata saudara kita, maka yang harus diingat adalah bagaimana kontribusi hartanya tersebut untuk kepentingan dakwah Islam. Masih ada tambahan nasehat lagi tentang harta. Seorang Saudara saya memebrikan nasehat terkait dengan harta yang kita miliki. Dia mengatakan silakan miliki dan gunakan hartamu dengan empati. Silakan koleksi semua barang yang engkau butuhkan tapi ada orang lain yang harus kita perhatikan perasaannya.

1. Antara kebutuhan dan keinginan
Sekilas dua kata tersebut memiliki makna yang mirip, namun sesungguhnya kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat jauh berbeda, apalagi dari kata saja sudah berbeda. Keinginan untuk memiliki sesuatu adalah sudah merupakan fitrah manusia. Fitrah itulah yang kemudian menjadikan manusia menjadi makhluk yang kreatif. Ia akan menggunakan segala kemampuannya agar dia dapat memilki sesuatu itu yang diinginkan. Dorongan untuk memiliki tadi bersumber pada dua hal yang saya sebutkan di atas, yaitu kebutuhan dan keinginan. Kedua kata tersebut akan bermuara pada tujuan akhir yang sama yaitu dimilikinya suatu benda (dengan asumsi bahwa didukung oleh kemampuan finasial atau dana). Namun sebagai seorang muslim, kita harus mendasarkan kepemilkian suatu harta atau benda itu karena kebutuhan bukan karena keinginan.

Kemudian apa bedanya? Dan bagiamana membedakannya? Saya berpendapat bahwa kebutuhan itu lebih dimotivasi karena barang tersebut diperlukan untuk memenuhi hidup agar dapat menjadi manusia yang humanis. Atau dengan kata yang lebih singkat dan mudah, apabila barang atau harta tersebut tidak dimiliki maka manusia akan kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan keinginan, dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang didorong oleh nafsu yang ada dalam diri manusia tanpa ada pertimbangan yang sifatnya logis karena memang didukung oleh kemampuan secara finansial. Seperti kata Rasulullah, sendainya manusia sudah memiliki sebuah gunung emas satu maka ia masih ingin gunung emas yang kedua dan seterusnya. Itulah gambaran tentang keinginan manusia.

Seorang teman mengatakan, “kita akan tetap baik-baik saja tanpa keinginan, tapi tidak dengan kebutuhan. Mungkin salah satu caranya dengan memikirkan, bermasalah atau tidak kita tanpa suatu hal atau benda "X" itu. Kalau bermasalah mungkin bisa disebut kita "butuh". Namun, bila tanpa memiliki hal/benda "X" tersebut kita tetap baik-baik saja atau tidak ada masalah, berarti mungkin kita hanya menginginkannya.

Ketika manusia hanya berusaha memperelah barang yang memang menjadi kebutuhannya, niscaya manusia tersebut hanya akan memiliki barang atau benda yang memang mempunyai daya guna untuk diri dan keluarganya.
”Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]

Ada dua kemuliaan yang akan didapatkan oleh orang yang hanya memiliki sesuatu yang ia butuhkan. Kemulianan itu adalah :
  1. Hatinya akan menjadi lebih tawakal dan hidupnya akan menjadi hidup yang qonaah.
    Apa yang dimiliknya sudah dianggap cukup, karena apa yang dimilkinya tadi adalah apa yang dia butuhkan. Hidupnya tidak akan merasa terongrong perasaan oleh orang lain yang selalu menambah jumlah hartanya. Seorang muslim yang mampu berpikir tentang apakah yang menjadi kebutuhannya dan itulah yang dia miliki, maka ia tidak akan jatuh dalam penyakit hati yang disebut dengan iri. Bukankah kata Rasulullah kita hanya boleh iri terhadap orang yang berilmu dan orang yang berharta tapi dia dermawan.
  2. Kesempatan untuk lebih banyak berinfaq.
    Orang yang hanya memilki karena memang kebutuhan, ada kemungkinan dia menyimpan sisa harta yang tidak dia belanjakan untuk keinginannya. Secara tidak langsung ada saving dari sisa kebtuhannya. Kesempatan berinfaq inilah yang menjadi lahan pahala bagi orang seperti itu. Tujuan hidup manusia adalah bagaimana mengumpulkan bekal untuk akhiratnya. Bekal akhirat hanya bisa dikoleksi ketika kita hidup di dunia. Atau dengan kata lain bekal untuk akhirat adalah kebutuhan manusia juga, sehingga ketika manusia mengesampingkan keinganannya sehingga bisa ditransfer untuk kebutuhan akhiratnya, saya berpendapat itulah seorang muslim yang bijaksana.

2. Memiliki barang yang memliki kemanfaatan bagi orang lain
Kalau bicara harta, manusia cenderung bicara tentang hak. Kalau memang mempunyai kemampuan untuk memiliki karena didukung oleh dana, apa salahnya, demikian kata sebagian orang. Pernah ada kawan yang berdalih, toh itu uang saya, saya sudah hajikan kedua orangtua saya dan saya sudah tunaikan semuanya yang menjadi haknya, lalu apa salahnya kalau saya beli ini dan itu. Sebuah perkataan yang tidak bijak menurut saya.

Manusia adalah makhluk sosial. Interaksi dengan masyarakat adalah salah satu konsekunsi dari statusnya sebagai makhluk sosial. Masyakarat adalah bagian yang sangat bepengaruh terhdap kehidupan manusia. Karena merekalah bagian dari kehidupannya setiap hari. Begitu penting berinteraskid dalam pergaulan sosial dengan masyarakat Rasulullah menyuruh kita untuk memperbanyak kuah masakan kita agar tertangga kita dapat ikut menikmatinya. Hadits tersebut sebenarnya menginsyaratkan kepada manusia, betapa pentingnya tetangga sehingga ketika kita melakukan kegiatan yang siftanya pribadi yaitu memasak, Rasulullah sampai memerintahkan untuk membaginya walaupun hanya kuahnya. Seperti pepatah Jawa mengatakan, omahmu pagerono nganggo rantang artinya buatlah pagar rumahmu dengan mangkok sayur, yang artinya bahwa cara terbaik untuk menjaga rumah kita dari kemungkinan bahaya tetangga adalah dengan senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan tetangga, yang diibaratkan selalu membagi makanan apabila kita mempunyai makanan.

”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Harta yang dimiliki oleh seorang muslim mempunyai hak yang harus ditunaikan. Hak tersebut bisa dengan nama zakat infaq dan shodaqoh. Namun sesungguhnya dalam tataran masyarakat ada sebuah hak yang muncul karena proses interaksi antar individu di dalam masyarakat. Hak tersebut muncul karena keterkaitan antar individu dalam pergaulan sosial. Adalah hak orang lain untuk bisa menggunakan harta yang dimilki oleh seseorang. Hak penggunaan orang lain tersebut disebabkan oleh kebutuhannya terhadap barang tersebut namun karena keterbatasannya orang tersebut tidak bisa memilikinya.

Rasulullah telah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang mempunyai manfaat bagi sesama. Kemanfaatan bagi orang lain hanya dapat timbul ketika seseorang memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain, dan pada saat itu orang lain membutuhkan. Contoh yang palng sederhana adalah, ketika kita mempunyai uang Rp. 50.000.000,- dan kemudian kita anggarkan untuk beli mobil, maka mobil apakah yang akan kita beli, sedan atau minibus (kijang misalnya)? Kalau pertimbangan kita adalah kemanfaatan barang tersebut bagi orang lain, sudah pasti kita putuskan untuk membeli kijang. Kijang yang memiliki daya muat lebih banyak dibandingkan sedan, tentunya kan mempunyai manfaat bagi orang lain, misalnya tetangga mempunyai kesempatan meminjamnya untuk keperluan hajatan.

3. Memaksimalkan harta yang dimilki untuk kepentingan dakwah Islam
Dengan pertimbangan 2 poin di atas, pada intinya apa pun yang dimiliki seseorang maka dia harus mengoptimalkan harta yang dimiliki tersebut untuk kepentingan dakwah. Hakekatnya nilai tambah yang dimilki oleh seseorang atas hartanya adalah seberapa besar porsi yang diberikan untuk kepentingan dakwah. Logika yang ada adalah bahwa biasanya suatu benda dimiliki oleh seseorang karena kebutuhan seseorang tersebut, sehingga porsi penggunaan pribadi akan lebih dominan. Kemampuan seseorang untuk memberikan porsi dakwah dalam pemanfaatkan benda yang dimiliki sangat menentukan nilai guna benda tersebut.

Kalau seseorang semakin bagus posisinya kemudian dia semakin bagus pula tingkat kesejahteraannya., maka secara umum dapat dikatakan semakin banyak pula koleksi barang yang dimilkinya karena kebutuhannya semakin bertambah pula. Tuntunan Islam memperbolehkannya, silakan koleksi barang atau benda karena kebutuhannya, tapi jangan lupa bahwa dakwah Islam mempunyai hak atas barang tersebut.

4. Gunakanlah hartamu dengan bijak dengan berempati
Salah seorang teman pernah ngudo roso. Dalam suatu acara yang harus dihadirinya ada seseorang yang harus hadir sendiri tanpa keluarga. Dia hadir dalam acara tersebut dengan menggunakan sebuah mobil yang mempunyai kapasitas 8 penumpang, padahal dia hanya sendirian. Di lain pihak ada peserta acara tersebut yang harus hadir bersama istrinya, dan mau tidak mau anak-anaknya pun ikut serta, namun dia hanya naik sepeda motor, karena hanya itulah yang dia miliki. Teman saya sampai bilang, “Kok sampai hati ya, tidak berempati.”

Ada pula seorang tetangga saya yang termasuk orang berkecukupan, dan dipandang masyarakat sebagai muslim yang baik, namun dirasani karena pembelian-pembeliannya. Dia beli ayunan yang cukup mewah dan mainan anak-anak lainnya dengan jumlah yang tidak hanya satu, padahal tetangganya masih banyak yang kekurangan.

Empati adalah masalah rasa. Empati memang tidak bisa dijelaskan dengan alasan yang logis. Terkait yang naik kijang mungkin dia mengatakan,”Kan ini kendaraanku, yang aku beli dengan uangku juga, kenapa mesti saya harus naik motor?” Begitu pula dengan si empunya mainan anak-anak tadi tentunya akan mengatakan yang sama. Menumbuhkan empati memang sulit, karena empati bukan masalah logika tapi bagaimana kita mencoba untuk dapat merasakah kondisi orang lain sehingga kita bisa mengekang sedikit kesempatan atau kenikmatan yang sudah kita miliki.

Saya melihat empati di kalangan saudara semuslim sudah mulai berkurang. Posisi dalam jabatan publik yang sudah meningkat yang kemudian berbanding lurus dengan penghasilan yang sudah semakin meningkat pula, menguji seorang muslim untuk bisa mempertahankan sikap empatinya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi masih ada peningkatan tingkat kesejahteraan yang tidak sebanding dan masih adanya saudara semuslim yang berada pada level di bawahnya. Empati hanya bisa ditimbulkan ketika kesadaran sebagai saudara semuslim dimunculkan kemudian ditimbullkan sikap menahan agar tidak kelihatan ada perbedaan mencolok dengan saudaranya tersebut, walaupun sebenarnya dia mampu untuk bisa bersikap lebih.

Sikap empati yang sudah terbentuk dan sudah menjadi salah satu kepribadian, akan memunculkan sikap taƔwun, bantu membantu dan yang muncul bukan memakai mobil atau motor tapi bagaiamana si pemakai mobil tadi menawarkan kepada si pemakai motor untuk menjemputnya dan bersama-sama menghadiri acara tersebut.



tulisanku, 19-03-2011, 17.43 WIB

Tidak ada komentar: