Kamis, 14 Januari 2016

e-FAKTUR DAN POTENSI PENYALAHGUNAANNYA

Berdasarkan data dari Ditjen Pajak, negara dirugikan sebesar Rp. 1,7 Trilyun dalam kurun waktu tahun 2009 s.d. 2014 akibat penerbitan faktur pajak fiktif. Itu belum termasuk jumlah faktur pajak bermasalah yang diduga diterbitkan oleh WP  yang seharusnya tidak menerbitkan faktur pajak. Data internal DJP menyebutkan masih banyak faktur pajak bermasalah yang berasal dari WP non Pengusaha Kena Pajak (PKP), faktur pajak ganda, dan PKP yang menerbitkan faktur pajak tetapi tidak melaporkan. Dari data kegiatan penegakkan hukum di bidang perpajakan, jumlah faktur pajak yang bermasalah tersebut jumlahnya lebih dari Rp 5 Trilyun setiap tahunnya.

Menjawab permasalahan tersebut, DJP menerbitkan sebuah aturan yang mewajibkan semua PKP menggunakan fakktur pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-faktur. E-faktur  adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan aplikasi ini diharapkan penyalahgunaan faktur pajak dapat ditekan seminimal mungkin dan dari sisi biaya administrasi pajak, penggunaan e-faktur ini juga lebih efisisen.

Pada era yang serba digital, isu e-faktur sangatlah relevan untuk diterapkan. PKP akan merasa nyaman dalam proses pekerjaan maupun penyimpanan hasil pekerjaan. Penerbitan faktur pajak tidak lagi membutuhkan tanda tangan basah karena e-faktur ini menggunakan tanda tangan digital, dan tidak ada kewajiban untuk mencetak faktur pajak, serta aplikasi ini merupakan satu kesatuan dengan e-SPT.

Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa efektifkah e-faktur ini mengurangi jumlah penyalahgunaan faktur pajak.  E-faktur baru diberlakukan untuk semua PKP di wilayah Jawa dan Bali  mulai 1 Juli 2015. Apabila efektif atau tidaknya e-faktur dalam menekan jumlah penyalahgunaan faktur pajak diukur dengan jumlah penerbitan faktur pajak yang bermasalah, maka belum cukup waktu untuk melakukan evaluasi.

Pertimbangan e-faktur adalah untuk pencegahan atau preventif, maka yang perlu dilihat adalah sejauh mana mekanisme e-faktur ini bisa mencegah penyalahgunaan tersebut. Artinya setiap celah yang memungkinkan adanya penyalahgunaan faktur pajak harus bisa ditutupi dengan mekanisme e-faktur.

Seiring dengan kemajuan ekonomi, modus penyalahgunaan faktur pajak pun berkembang dan semakin komplek. Pada awalnya, penyalahgunaan faktur pajak hanya sebatas faktur pajak yang diterbitkan oleh yang tidak berhak atau faktur pajak yang tidak dilaporkan oleh PKP penerbit. Saat ini penyalahgunaan faktur sudah sedemikian komplek dan melibatkan perusahaan boneka yang sengaja dibuat untuk mendukung formalitas pelaporan faktur pajak tersebut. Penelitan formal pun akan sulit untuk mengidentifikasi kebenaran sebuah faktur pajak. Bahkan untuk mendukungnya pun, penerbit faktur pajak membuat sebuah transaksi  seolah-olah sebagai underlying transaksinya.

Tahapan yang harus dilakukan oleh PKP agar dapat menggunakan e-faktur adalah meminta sertifikat elektronik dan kode aktivasi, dan melakukan aktivasi setelah ada persetujuan dari KPP. Permohonan sertifikat elektronik harus dilakukan sendiri oleh pengurus perusahaan dengan cara datang langsung ke KPP. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut memang benar-benar ada dan siapa yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut. Tahap selanjutnya yaitu  aktivasi dan penerbitan faktur pajak sebenarnya sama dengan proses pembuatan faktur pajak manual, yang membedakan adalah penerbitan ini dilakukan secara elektronik.

Titik kritis e-faktur berada saat KPP memberikan permohonan sertifikat elektronik. Tahap inilah yang sebenarnya diharapkan dapat dapat mencegah adanya penyalahgunaan faktur pajak. Dalam tahap ini KPP harus benar-benar selektif  dan hati-hati agar tidak salah memberikan sertifikat pada perusahaan yang seharusnya tidak berhak. Kontrol yang ketat dengan mempelajari karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan faktur pajak perlu dilakukan oleh KPP. Kegiatan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang menyalahgunakan faktur pajak, bisa dijadikan acuan untuk bisa mengindentifikasi perusahaan-perusahaan tersebut.

Kontrol yang ketat dalam setiap tahapan  pemberian e-faktur akan membantu menekan kemungkinan penyalahgunaan faktur pajak. Di sisi lain, penegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan penyalahgunaan faktur juga perlu dilakukan. Ada kecenderungan modus perusahaan semakin komplek dengan menyesuaikan perkembangan teknologi dan bisnis yang terjadi. Selain untuk memberikan efek jera, penegakkan hukum ini juga akan menambah perbendaharaan mengenai profil/karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan faktur pajak.


Tidak ada komentar: