Berdasarkan data dari Ditjen Pajak,
negara dirugikan sebesar Rp. 1,7 Trilyun dalam kurun waktu
tahun 2009 s.d. 2014 akibat penerbitan faktur pajak fiktif. Itu belum termasuk
jumlah faktur pajak bermasalah yang diduga diterbitkan oleh WP yang seharusnya tidak menerbitkan faktur
pajak. Data internal DJP menyebutkan masih banyak faktur pajak bermasalah yang
berasal dari WP non Pengusaha Kena Pajak (PKP), faktur pajak ganda, dan PKP
yang menerbitkan faktur pajak tetapi tidak melaporkan. Dari data kegiatan
penegakkan hukum di bidang perpajakan, jumlah faktur pajak yang bermasalah
tersebut jumlahnya lebih dari Rp 5 Trilyun setiap tahunnya.
Menjawab permasalahan tersebut, DJP menerbitkan sebuah
aturan yang mewajibkan semua PKP menggunakan fakktur pajak berbentuk
elektronik, yang selanjutnya disebut e-faktur. E-faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui
aplikasi elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan
aplikasi ini diharapkan penyalahgunaan faktur pajak dapat ditekan seminimal
mungkin dan dari sisi biaya administrasi pajak, penggunaan e-faktur ini juga
lebih efisisen.
Pada
era yang serba digital, isu e-faktur sangatlah relevan untuk diterapkan. PKP akan
merasa nyaman dalam proses pekerjaan maupun penyimpanan hasil pekerjaan.
Penerbitan faktur pajak tidak lagi membutuhkan tanda tangan basah karena e-faktur
ini menggunakan tanda tangan digital, dan tidak ada kewajiban untuk mencetak
faktur pajak, serta aplikasi ini merupakan satu kesatuan dengan e-SPT.
Yang
menjadi pertanyaan adalah seberapa efektifkah e-faktur ini mengurangi jumlah
penyalahgunaan faktur pajak. E-faktur
baru diberlakukan untuk semua PKP di wilayah Jawa dan Bali mulai 1 Juli 2015. Apabila efektif atau tidaknya
e-faktur dalam menekan jumlah penyalahgunaan faktur pajak diukur dengan jumlah
penerbitan faktur pajak yang bermasalah, maka belum cukup waktu untuk melakukan
evaluasi.
Pertimbangan
e-faktur adalah untuk pencegahan atau preventif, maka yang perlu dilihat adalah
sejauh mana mekanisme e-faktur ini bisa mencegah penyalahgunaan tersebut.
Artinya setiap celah yang memungkinkan adanya penyalahgunaan faktur pajak harus
bisa ditutupi dengan mekanisme e-faktur.
Seiring
dengan kemajuan ekonomi, modus penyalahgunaan faktur pajak pun berkembang dan
semakin komplek. Pada awalnya, penyalahgunaan faktur pajak hanya sebatas faktur
pajak yang diterbitkan oleh yang tidak berhak atau faktur pajak yang tidak
dilaporkan oleh PKP penerbit. Saat ini penyalahgunaan faktur sudah sedemikian
komplek dan melibatkan perusahaan boneka yang sengaja dibuat untuk mendukung
formalitas pelaporan faktur pajak tersebut. Penelitan formal pun akan sulit
untuk mengidentifikasi kebenaran sebuah faktur pajak. Bahkan untuk mendukungnya
pun, penerbit faktur pajak membuat sebuah transaksi seolah-olah sebagai underlying transaksinya.
Tahapan
yang harus dilakukan oleh PKP agar dapat menggunakan e-faktur adalah meminta
sertifikat elektronik dan kode aktivasi, dan melakukan aktivasi setelah ada
persetujuan dari KPP. Permohonan sertifikat elektronik harus dilakukan sendiri
oleh pengurus perusahaan dengan cara datang langsung ke KPP. Ini bertujuan
untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut memang benar-benar ada dan siapa
yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut. Tahap selanjutnya yaitu aktivasi dan penerbitan faktur pajak sebenarnya
sama dengan proses pembuatan faktur pajak manual, yang membedakan adalah
penerbitan ini dilakukan secara elektronik.
Titik
kritis e-faktur berada saat KPP memberikan permohonan sertifikat elektronik. Tahap
inilah yang sebenarnya diharapkan dapat dapat mencegah adanya penyalahgunaan
faktur pajak. Dalam tahap ini KPP harus benar-benar selektif dan hati-hati agar tidak salah memberikan
sertifikat pada perusahaan yang seharusnya tidak berhak. Kontrol yang ketat
dengan mempelajari karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan
faktur pajak perlu dilakukan oleh KPP. Kegiatan penegakan hukum terhadap
perusahaan-perusahaan yang menyalahgunakan faktur pajak, bisa dijadikan acuan
untuk bisa mengindentifikasi perusahaan-perusahaan tersebut.
Kontrol yang ketat dalam setiap tahapan pemberian e-faktur akan membantu menekan
kemungkinan penyalahgunaan faktur pajak. Di sisi lain, penegakkan hukum
terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan penyalahgunaan faktur juga perlu
dilakukan. Ada kecenderungan modus perusahaan semakin komplek dengan
menyesuaikan perkembangan teknologi dan bisnis yang terjadi. Selain untuk
memberikan efek jera, penegakkan hukum ini juga akan menambah perbendaharaan mengenai
profil/karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan faktur pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar