Rabu, 18 Januari 2012

KETEGASAN SEORANG PEMIMPIN

Satu karakter kepemimpinan yang diperlukan dalam mengelola keadaan yang tidak normal adalah ketegasan. Ketegasan dalam makna kemampuan untuk merencanakan, menjalankan program, dan mengawasi serta mengevaluasi agar semua program dan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, tanpa ada kompromi.
Jika dengan kompromi, berakibat gagalnya tujuan. Ketegasan itu memang lebih mudah tampak dalam struktur organisasi yang bersifat komando (seperti di militer) dengan stakeholder yang relatif homogen atau didukung dengan perangkat-perangkat yang mampu memaksa berbagai pihak untuk sepakat suka atau tidak suka dengan apa yang ditetapkan sang pemimpin.
Dalam struktur yang demikian, pemimpin adalah indentik dengan orang kuat dan cenderung otoriter dan despot. Ketegasan yang lahir dalam kepemimpinan yang sedemikian ini adalah ketegasan yang represif,tidak ada dialog dan proses komunikasi yang egaliter antara pemimpin dan berbagai entitas lainnya. Kepemimpinan yang demikian tentu bukan kepemimpinan yang dikehendaki, kecuali kalau sosok manusia yang menjadi pemimpin itu mengambil istilah Plato adalah sosok philosofer, sosok manusia-malaikat yang mempunyai vested interest tunggal mencurahkan semua kekuatan jiwa, raga, dan karsanya sepenuhnya untuk kepentingan publik.
Padahal, sosok manusia yang demikian ini adalah sesuatu yang lebih menjadi utopia daripada realita.Yang mainstream terjadi adalah apa yang dikemukakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung kepada perilaku korup, semakin mutlak kekuasaan, maka semakin mutlak kekorupan. Dengan kata lain, kita ingin mengatakan ketegasan pemimpin dalam mileu yang totaliter dan otoriter bukanlah sebuah hal yang istimewa. Ketegasan yang kita nilai istimewa dan bermakna adalah ketegasan yang lahir dalam lingkungan yang demokratis, bahkan cenderung euforia di mana semua entitas ingin berpartisipasi dalam mewarnai pengambilan keputusan secara tidak proporsional.
Ketegasan dalam hal yang sedemikian itulah menjadi ketegasan yang istimewa. Kita katakan istimewa karena; pertama, ketegasan dalam kondisi yang demikian lahir melalui proses internalisasi yang matang tentang sense of scale of prioritydari seorang pemimpim.Dalam lingkup kehidupan yang demokratis dan kental dengan euforia politik, ketegasan dalam pengambilan keputusan biasanya menjadi dilematis.Dilema terjadi antara lain ketika harus mengambil kebijakankebijakan yang bermanfaat bagi banyak orang tetapi berdampak merugikan segelintir orang.
Apalagi kalau kemudian segelintir orang ini mempunyai dukungan sosial-ekonomi-politik yang kuat. Demikian juga akan menjadi dilematis ketika diperlukan mengambil kebijakan yang mendatangkan manfaat mendasar bagi publik, tetapi berorientasi jangka panjang dihadapkan pada kepentingan-kepentingan jangka pendek yang memberikan mudarat besar dalam jangka panjangnya. Seorang pemimpin diuji ketegasannya dalam berbagai tarik-menarik kepentingan yang demikian ini. Ketegasan akan dapat lahir ketika sang pemimpin memiliki pemahaman dan disiplin yang prima tentang skala prioritas yang harus diambil.
Dalam kondisi yang demikian ini, ketegasan seorang pemimpin akan diakui ketika ia berani mengambil kebijakan yang menguntungkan publik secara umum sekalipun dengan konsekuensi merugikan posisi sosial-ekonomi politik pribadi dan kelompoknya atau segelintir vested interest lainnya, atau ia berani mengambil kebijakan yang memberikan manfaat dalam jangka panjang dibanding kebijakan yang populer dalam jangka pendek, tetapi merugikan dalam jangka panjang.
Kedua, ketegasan dalam lingkungan yang penuh dengan euforia menjadi istimewa karena biasanya banyaknya vested interest yang saling tarik-menarik dan saling bertolak belakang. Dalam kondisi yang demikian, ketegasan seorang pemimpin mengambil sikap tertentu yang boleh jadi tidak disukai oleh banyak vested interest hanya bisa terjadi ketika pemimpin tersebut telah memiliki sifat seorang negarawan. Seorang negarawan berani mengambil keputusan- keputuan mendasar yang akan membawa maslahat bagi bangsa dan negaranya walaupun kebijakan tersebut akan mendapat tantangan dari banyak vested interest yang dirugikan dari kebijakan yang diambilnya.
Dengan kata lain, kita ingin mengatakan dalam lingkungan yang demokratis, apalagi cenderung pada euforia politik seperti kondisi negara kita saat ini, ketegasan mencerminkan kenegarawanan. Ketiga, ketegasan dalam lingkungan yang demokratis menjadi istimewa karena kemampuan mengambil ketegasan dalam lingkungan yang sedemikian tersebut hanya bisa lahir ketika pemimpin memang sosok yang mempunyai prinsip, berkarakter, dan berintegritas.Pemimpin yang demikian ini biasanya memiliki prinsip-prinsip mendasar yang kokoh yang sulit dikompromikan, apalagi didagang-sapikan ketika berhadapan dengan tujuan berbangsa dan bernegara.
Karena dalam kondisi yang demikian, ketegasan itu indentik dengan kepahlawanan. Ambil contoh dalam pemberantasan korupsi; pemimpin yang berintegritas dan berkarakter akan bisa memberikan visi yang jelas tentang pemberantasan korupsi untuk kepentingan bangsa dan negara ketika ia mampu memulai pemberantasan itu dengan menggoreng paus dan hiunya korupsi di depan umum.Tetapi, seorang pemimpin akan gagal menunjukkan visi dan integritas tentang pemberantasan korupsi ketika ia hanya membabat pelaku-pelaku korup yang recehan, yang tidak memiliki perlawanan sosial ekonomi dan politik terhadapnya.
Dan terakhir, ketegasan dalam kondisi yang yang dipenuhi dengan euforia politik seperti kondisi kita saat ini menjadi sesuatu yang istimewa jika ketegasan tersebut diiringi dengan kepiawaian dan kedewasaan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai stakeholder yang berkepentingan dengan pengambilan keputusan. Artinya, keputusan yang diambil mempunyai logika publik yang bernas sehingga mayoritas stakeholder mengakui bahwa kepentingan di belakang lahirnya kebijakan atau keputusan itu semata-mata untuk kepentingan semua bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang apalagi untuk kepentingan sang pemimpin an sich.
(tulisan Dr. Andi Irawan yang dimuat di Koran Seputar Indonesia 5 tahun lalu)

Selasa, 17 Januari 2012

MEMBANGUN SIKAP OPTIMIS

Apa resolusi kamu di tahun 2012? Apakah kamu optimis dapat mencapainya? Mungkin dua kata tersebut cukup populer akhir-akhir ini, resolusi dan optimis. Rasa optimis adalah sebuah keyakinan yang muncul dalam pribadi seseorang. Sikap ini tidak akan muncul dengan sendirinya. Sikap tersebut akan muncul sebagai akibat dari sebuah proses pencarian dan pembentukan. Sikap tersebut tidak ada akan muncul secara tiba-tiba pada diri seseorang secara cuma-cuma. Diperlukan sebuah proses belajar dan tindakan untuk mendapatkan rasa optimis dalam pribadi seseorang.
Terdapat 2 aspek apabila kita berbicara tentang rasa optimis, aspek kepribadian dan aspek ketuhanan (rabbaniyyah). Kita perlu memahami kedua aspek tersebut agar sifat optimis manjadi bagian dari kepribadian seorang manusia. Dalam surat Ali Imran ayat 139, Allah memerintahkan agar manusia tidak pesimis dan berputus asa, karena manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya. Namun ada syarat yang harus dipenuhi selain itu, yaitu apabila mereka beriman.
Apsek kepribadian. Mempunyai rasa optimis atau pesimis adalah sesuatu yang melekat pada kepribadian seseorang. Sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, manusia diberikan kecerdasan. Dengan kecerdasannya, manusia diharapkan mampu memahami hakekat makna optimis. Dalam kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada sebuah rencana yang terhampar dihadapannya untuk mencapai sebuah tujuan. Selalu ada kesempatan dan kesempitan dalam pandangan manusia. Seseorang yang optimis selalu memandang bahwa setiap langkah atau perubahan yang yang dia lakukan selalu ada peluang lebih baik.
Optimis dalam kepribadian manusia memiliki dua pengertian.Pertama, rasa optimis adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya harapan yang lebih baik, ada kesempatan dalam sebuah kesempitan. Kedua, rasa optimis berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi, peristiwa atau hasil yang lebih bagus. Apabila dibuat sebuah pengertian singkat manusia yang memiliki rasa optimis adalah ketika mampu meyakini adanya kesempatan atau peluang kehidupan yang lebih baik dan keyakinan memotivasi nya melakukan aksi dan tindakan nyata untuk meraihnya. Rasa optimis seperti itu dalam prakteknya sangat diperlukan. Manusia harus mempunyai harapan bahwa sesuatu yang dia lakukan akan membawa sebuah kebaikan, berdasarkan perhitungan peluang yang dia lakukan. Dengan adanya harapan tersebut akan menimbulkan energi untuk mewujudkannya. Tanpa energi positif tentunya, kita sudah tahu kalau harapan itu tidak bisa mengubah apa-apa. Untuk menciptakan langkah dan hasil yang lebih bagus dibutuhkan harapan yang lebih bagus agar energinya lebih bagus. Memiliki harapan yang lebih bagus akan memunculkan energi dorongan yang lebih bagus. Sekarang, coba kita bayangkan apa yang akan kita rasakan seandainya kita sudah tidak memiliki harapan adanya kehidupan yang lebih bagus di masa datang? Kemungkinan yang paling dekat adalah kita tidak terdorong untuk melakukan sesuatu yang lebih bagus, dengan tindakan dan langkah-langkah yang konkret dan lebih bagus pula. Kehidupan yang lebih bagus memang tidak bisa diwujudkan dengan hanya harapan, namun untuk meraihnya dibutuhkan harapan yang bagus.
Pribadi yang optimis melihat segala sesuatu dengan kaca mata yang terang dan pikiran yang jernih. Dalam keadaan yang tertekan sekalipun, dia maish mampu mempertahannkan keterangan kaca matanya dan kejernihan pikirannnya. Selalu ada harapan dan kesempatan dalam setiap kegelapana yang menyelimutinya. Sikap yang optimis ini telah melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh. Orang-orang yang menjadi aktor sejarah dalam kehidupan manusia adalah orang-orang yang mempunyai rasa optimis dalam dirinya.
Aspek ketuhanan (rabbaniyyah). Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 139, Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” memberikan penegasan kepada kita bahwa sikap optimis dan tidak mudah putus asa hanya akan dapat dirasakan oleh manusia-manusia yang beriman. Proses pembentukan kepribadian optimis dalam diri manusia, memerlukan campur tangan Allah.
Margo Jones, seorang pakar psikologi, mengatakan, agar dapat mempunyai kepribadian yang optimis, ada satu syarat bahkan disebut sebagai prasyarat bagi semua usaha, yaitu tingkatkan keimanan. Menurut Margo Jones Salah satu esensi keimanan adalah adanya kesadaran bahwa kita ini “dimiliki” (being owned) oleh Tuhan atau munculnya perasaan “kebersamaan” dengan Tuhan. Semakin kuat keimanan itu, semakin kuat juga kesadaran itu dan rasa kebersamaan itu. Punya kesadaran yang kuat bahwa kita ini “dimiliki” akan membuat kita tidak mudah merasa sendirian atau merasa tidak memiliki siapa-siapa dalam menatap masa depan.
Sikap optimis tidaklah datang dengan sendirinya. Kemunculannya harus didahului oleh rasa takwa yang membuat seseorang merasa perlu untuk meningkatkan volume ibadahnya kepada Allah swt. Kita harus yakin bahwa Allah Mahakuasa. Jika derajat manusia sudah dalam posisi bertakwa, maka manusia akan mempunyai keyakinan bahwa tak ada yang terlepas dari kekuasaan-Nya. Di tangan-Nyalah segala sesuatu. Allah Maha mengatur, Allah Maha berkehendak, Allah yang membuat sesuatu menjadi mulia, dan Allah pula yang membuat sesuatu menjadi hina. Jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, meskipun sulit menurut kita, maka itu pasti terjadi.
Kepercayaan akan semua ini, dalam pandangan Islam dikenal dengan sebutan tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, maka akan semakin tebal rasa tawakal, dan akhirnya rasa optimis dalam diri semakin bertambah. Dari rasa tawakal inilah optimis berawal. Rasa optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa menyerang siapa saja. Jika ingin berhasil, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri dan kita memulainya dengan memupuk rasa tawakal kepada Allah.
Selain dengan tawakal, rasa optimis akan semakin terasa indah ketika manusia mampu mengkombinasikan dengan selalu berprasangka baik kepada Allah. Berbicara optimis adalah berbicara tentang harapan akan suatu waktu di masa yang akan datang. Ketika yang mempunyai kuasa atas segala sesutua yang belum terjadi adalah Allah, sudah barang tentu manusia harus menyandarkan semuanya kepada Allah. Sedangkan Allah sendiri berkata dalam sebuah hadits qudsi, “ Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Kalau ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Bila ia berprasangka buruk, maka keburukan akan menimpanya.”
Tahun baru Miladiyyah baru beberapa hari kita lewati, tahun baru Hijriyyah baru satu bulan kita tinggalkan. Momen awal tahun biasanya adalah sebagai sarana seseorang untuk memulai membuat sebuah perencanaan dalam kehidupannya paling tidak satu tahun ke depan. Tahun baru biasanya sebagai sebuha momentum awal untuk mengawali sebuah langkah besar untuk mendapatkan sebuah tujuan besar pula. Salah satu tekad(azzam) yang harus digenggam adalah rasa optimis bahwa apa yang kita rencanakan dapat kita capai tentunya selalu bertawakal kepada-Nya dengan penuh huznudzon bahwa Allah selalu akan memudahkan langkah kita.