Selasa, 07 September 2010

Kebiasaan

Sebuah kebakaran terjadi di sebuah apartemen di kota Amsterdam. Api sudah menjilat hampir seluruh bangunan, dan lima mobil pemadam kebakaran serta puluhan petugasnya sudah dikerahkan, namun api juga belum dapat dipadamkan. Tiba-tiba dari lantai 12 apartemen tersebut muncul seorang ibu berteriak minta tolong sambil menggendong bayinya. Melihat ibu tadi, kemudian petugas pemadam kebakaran menyiapkan alat berupa matras untuk menangkap si bayi, dan meminta ibu tadi melemparkan bayi ke arah matras yang sudah disiapkan tersebut. Tapi si ibu tadi tidak percaya dengan kemampuan petugas dan alat tadi, dia meminta agar dipanggilkan penjaga gawang Belanda Edwin van Desar untuk menangkap bayi yang siap dilemparkannya (rupanya ia lebih percaya kesigapan kiper Manchester United itu).

Beberapa saat kemudian datanglah Van De Sar, dan dia pun bersiap menangkap bayi tadi. Melihat sang idolanya datang dan sudah siap, ibu tadi kemudan melamparkan bayinya, dan ....terbanglah Van De Sar menangkap bayi tadi. Semua orang terperangah dan bertepuk tangan. Namun tiba-tiba semua orang terdiam, karena setelah menangkap bayi tadi, begitu sanga kiper melihat petugas pemadam kebakaran dengan seragam oranye (dikira adalah pemain penyerang kesebelasan Belanda), Van De Sar menendang bayi tadi ke arah petugas, dan karena petugas tidak siap maka bayi tadi..(ndak usah diteruskan).

Itu hanyalah cerita khalayan saja, tidak pernah terjadi. Namun yang akan saya sampaikan adalah bagaimana tentang kebiaasan kiper dilatih setiap hari, ketika menangkap bola dan melihat kawan ada di depan menyerang maka dia akan langsung menendang bola tersebut ke arah kawannya tersebut. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang kiper, sehingga ketika ada kesempatan secara ‘tidak sadar’ dengan otomatis dia akan lakukan sesuai dengan kebiasaan latihannya.

Kebiasaan adalah sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang pada suatu kondisi yang sama. Misalnya setiap pagi kita minum kopi, maka minum kopi di pagi hari akan menjadi kebiasaan; setiap mandi kita gosok gigi maka gosok gigi akan menjadi kebiasaan. Secara ekstrim, kebiasaan terbagi menjadi 2 yaitu kebiasaan jelek dan kebiasaan buruk. Apabila Anda bepergian mengendarai mobil, tiba-tiba di tengah jalan ‘kebelet’ buang air kecil, maka apa yang Anda lakukan? Jawabannya adalah tergantung kebiasaan Anda. Ada yang segera mencari musholla atau masjid yang ada toiletnya, atau mungkin Anda berhenti dipingir jalan kemudian buka pintu depan mobil Anda dan kemudian buang air kecil dibalik pintu tersebut. Apa yang kita lakukan adalah apa yang biasa atau sering kita lakukan apabila dalam kondisi tersebut atau sesuatu yang sudah terekam dalam otak kita.

Saya pernah membaca sebuah penelitian bahwa kepribadian seseorang dapat dibaca dari kebiasaan orang tersebut. Orang yang mempunyai kebiasaan kurang baik maka kemungkinan besar orang tersebut punya akhlak yang kurang baik juga, dan sebaliknya. Misalnya orang yang punya kebiasaan ‘ngupil’ atau meludah sembarangan, maka kemungkinan besar dia mempunyai gaya kehidupan yang tidak bersih atau agak jorok. Kenapa orang sering tidak sadar ‘ngupil’ dan menjadi kebiasaan? Karena dia sudah menjadikan hal tersebut menjadi rutinitas yang dilakukan bila hidungnya terasa tidak nyaman.

Allah menawarkan pahala yang luar biasa di bulan Ramadhan. Dengan pahala yang melimpah tersebut mempunyai tujuan agar manusia bersemangat untuk beribadah di bulan Ramadhan. Maka kita kan melihat betapa banyak orang berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya pada bulan tersebut. Bahkan mereka memasang target-target tertentu, misalnya membaca Al Qur’an dengan target khatam 2 atau 3 kali, setiap malam menjalankan shalat malam, setiap hari berinfaq dengan target Rp. 10 juta dalam satu bulan dan masih banyak lagi. Alah pun memberikan kesempatan sampai satu bulan penuh, jangka waktu yang lumayan lama.

Ada satu sisi ‘harapan’ dari Allah dalam satu bulan tersebut, yaitu manusia diminta Allah untuk belajar ‘terbiasa’dengan amal-amal sholeh. Karena kita terobsesi dengan pahala yang besar selama satu bulan, kita mungkin tidak sadar bahwa kita tiap hari membaca Al Qur’an, tiap hari shalat malam dan tiap hari berinfaq. Ketidaksadaran itulah yang akan membuat kita merasa ringan melaksanakan amal badah tersebut, tanpa ada perasaan berat sehingga akan menjadi melahirkan suatu kebiasaan yang baik. Perbuatan apapun, walaupun itu berat apapbila sudah menjadi kebiasaan akan terasa ringan. Pada hari-hari pertama Ramadhan, puasa akan terasa berat, akan tetapi ketika sudah menjadi biasa maka akan terasa ringan.

Karena amal-amal ibadah tadi sudah menjadi sesuatu yang rutin kita lakukan pada Ramadhan, diharapkan akan tetap menjadi kebiasaan yang dilakukan juga ketika Ramadhan telah usai. Ramadhan hanyalah sebagai bulan pembelajaran untuk menjadi biasa, dan kebiasaan itu sendiri yang seharusnya secara ‘tidak kita sadari’ akan terus kita lakukan pada bulan-bulan setelah Ramadhan. Dengan mempertahankan kebiasaan baik pada bulan-bulan berikutnya maka secara tidak kita sadari pula, kepribadian baik akan terbentuk pada diri kita.

Wallahu a’lam bish-shawab

Pengadegan, Ramadhan 1431 H, hari ke-28 (untuk tetap semangat)

Senin, 06 September 2010

Tujuan Ibadah Kita


Kalau kita berbicara tentang ibadah, maka akan tertuju suatu aktivitas yang mana seorang hamba mengorbankan sebagian kesenangan yang dimilikinya untuk dipersembahkan kepada Rabb-nya. Ibadah selalu dimaknai sebagai suatu aktivitas yang bersifat spiritual dari seorang hamba kepada Rabb-nya, misalnya shalat, puasa, infak dan zakat. Apa tujuan ibadah? Jawaban kebanyakan adalah untuk mencari pahala sebagai bekal masuk surganya. Namun sebenarnya ada misi Allah dengan perintah ibadah tersebut, biasanya sering dilupakan oleh manusia, yaitu bahwa ibadah juga mempunyai tujuan merubah dari suatu kondisi tertentu yang biasanya bersifat jelek kepada suatu kondisi yang biasanya bersifat baik.

Makna merubah dalam arti ibadah tersebut, dapat dilihat dari beberapa firman Allah terkait dengan perintah suatu ibadah kepada hambanya. Allah, dalam surat Al-Ankabut ayat 45 memerintahkan hamba-Nya untuk sholat. “..Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar..”
Dari ayat tersebut dapat kita pahami bahwa, tujuan ibadah shalat adalah untuk mencegah manusia agar untuk tidak melakukan perbuatan keji dan mungkar. Dapat juga dikatakan bahwa tujuan Allah memerintahkan manusia untuk sholat adalah untuk mencegah manusia dari hal yang berbau maksiat.

Kemudian Allah berfirman lagi dalam Surat Ali Imran ayat 92 “ Kamu tidak akan mencapai kebaikan sempurna hingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai..”
Ayat tersebut memberikan petunjuk dan janji bahwa manusia yang ingin menggapai kebaikan yang sempurna dalam hidupnya, maka dia harus mau menginfakkan sebagian harta benda yang dimiliki dan dia cintai. Dalam hal ini infak mempunyai tujuan merubah dari suatu kondisi manusia yang kurang sempurna menjadi dalam suatu kebaikan yang sempurna. Inilah tujuan kewajiban berinfak.

Satu contoh lagi, dalam Surat Al Baqarah ayat 183 : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang terdahulu agar kamu bertakwa”.
Ayat tersebut mengungkap misi Allah memerintahkan manusia untuk berpuasa. Puasa mempunyai tujuan merubah manusia dari kondisi yang tidak bertaqwa atau kurang taqwa menjadi manusia yang lebih bertakwa. Suatu perubahan lagi yang diinginkan oleh Allah.

Dari ketiga ayat tersebut, dapat dilihat ada kesamaan tujuan masing-masing ibadah yang diperintahkan oleh Allah, merubah dari yang tidak atau kurang baik menjadi baik. Dan itu pun bukan merupakan tujuan semata, tapi janji yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang melaksanakan ibadah-ibadah tersebut.
Nah, dalam praktiknya, kita sering merasakan hal yang yang sebaliknya. Banyak manusia yang sudah melaksanakan sholat tapi belum bisa meninggalkan perbuatan yang keji dan munkar. Kita juga sudah merasa banyak berinfaq, tapi kehidupan kita juga hanya begitu-begitu saja. Kita juga sudah berpuasa 1 bulan penuh tapi, kayaknya ketakwaan kita juga ndak nambah-nambah. Intinya ibadah tersebut ternyata tidak atau belum membuat perubahan pada diri manusia seperti yang dijanjikan oleh Allah. Pasti ini ada yang salah.

Yang jadi pertanyaan adalah siapa yang salah?. Dan untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya ada 2 kemungkinan jawabannya, yaitu apakah Allah yang salah atau bohong atau apakah manusianya yang salah dengan ibadahnya?
Kalau jawaban pertama, jelas tidak mungkin. Allah tidak pernah bohong, Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Jadi jangan buru-buru menyalahkan Allah. Jadi kemungkinan yang pasti adalah manusianya yang salah. Cara ibadahnya yang salah. Banyak aspek yang harus dipenuhi oleh manusia dalam menjalankan ibadahnya sehingga ibadah tersebut sempurna dan misi yang dibawa oleh ibadah itu berhasil dicapai. Tugas kita adalah memperbaiki semua aktivitas ibadah ibadah, baik aspek teknis pelaksanaannya dan yang utama adalah aspek keikhlasannya, sehingga ibadah tersebut benar-benar sesuai dengan misi dan tujuannya.
Allahu a'lam bishowwab

hal-hal yang diserap penulis dari Kultum Ramadhan hari ke-3
Masjid An-Nur Pengadegan (mudah-mudahan ndak ada yang salah)

Kaosku Ternyata Seragam Pramuniaga


Beberapa hari yang lalu kami sekeluarga berbelanja di sebuah supermarket di Jalan Solo. Waktu akan berangkat biasanya aku pake kaos ala kadarnya, tapi istri aku bilang, “..Abi mbok pake kaos yang rada ‘wangun’ lah..!”, (Abi adalah panggilan anak-anakku sebagai pengganti kata Ayah) dan apa kata istri aku turuti, menggantinya dengan kaos yang dibelikan istriku beberapa waktu yang lalu.

Ketika kami sampai di supermarket tersebut, kami langsung berkeliling mencari kebutuhan ramadhan dan lebaran yang sebentar lagi. Kalau di supermarket, biasanya aku selalu memisahkan diri dari istri dan anak-anak. Beberapa saat kemudian ketika aku melihat-lihat barang yang dipajang di toko tersebut, tiba-tiba ada seorang laki-laki 50 tahunan yang menanyakan sesuatu ke aku, “ Mas, kalau parfum mobil ada disebelah mana ya?” Aku agak kaget, dan spontan aku jawab “ Aduuh, saya ndak tahu Pak.” Dan kemudian aku ngeloyor pergi dan berpikir ‘memangnya aku pelayanan toko’. Beberapa saat kemudian aku baru sadar kalau kaos yang aku pakai mempunyai motif yang sama dengan kaos yang dipakai oleh pelayan supermarket tersebut. Pantesan orang tadi tanya ke aku. Kemudian timbullah perasaan hati ndak enak juga, setelah tahu ternyata kaos yang aku pakai sama dengan seragam pramuniaga supermarket tersebut.

Kemudian aku cari istri dan anak-anak yang sedang memilih barang yang akan dibeli dan aku ceritakan pangalaman tadi. Istriku hanya tertawa dan bilang, “ Harusnya tadi jangan bilang ndak tahu, kalau memang tahu tunjukkan saja, kasihan kan kesannya jadi pramuniaga supermarket tidak memberikan pelayanan yang baik karena tahunya Abi kan pelayan toko..” Dalam hatiku, benar juga kata istriku tadi, tapi..tetap males juga dan timbul perasaaan yang tidak nyaman.

Ternyata kejadian tadi belum berakhir, baru beberapa menit, ada lagi seorang ibu yang tanya kepada aku, “ Mas..kalau minyak goreng di sebelah mana ya?”. Spontan saran istriku aku laksanakan karena kebetulan kau tahu lokasinya, “ Di pojok sebelah kanan bu, dekat buah-buahan.” Kemudian ibu tadi ngomong, “terima kasih ya Mas”.
Satu kata yang tulus keluar dari mulut ibu tadi ‘terima kasih’. Aku jadi berfikir ternyata apa yang aku lakukan tadi sangat membantu ibu tadi, walaupun memposisikan sebagai seorang pramuniaga. Satu kebaikan telah aku lakukan, pikirku, yaitu membantu ibu tadi. Aku tidak membayangkan jika waktu itu aku menjawab, “ Saya bukan pelayan Bu..”, mungkin ibu tadi akan merasa salah tingkah bersalah atau bahkan malu. Ternyata jawabanku bisa mencegah ibu tadi dari perasaan bersalah tadi dan aku berfikir benar juga nasehat istriku tadi.

Ooo, ternyata peristiwa tadi bukan yang terakhir. Setelah kami selesai belanja dan istri sedang antri di kasir, aku mencba mencari udara di luar, tepatnya di depan supermarket. Aku dikejutkan oleh seseorang yang memanggil..” Mas.. tolong didorongkan troli ya” Ternyata ada seorang yang sedang mendorong troli dan dia ingin membuka bagasi mobilnya terlebih dahulu. Spontan aku respon dengan mendorongkan troli tadi. Tapi orang yang satu ini lain, dia tidak ucapkan sepatah katapun setelah troli tersebut aku dorongkan. Sekali lagi aku berpikir, mungkin karena kaos yang aku pakai ini, dia mengira sebagai petugas toko dan sudah menjadi tugasku.

Aku berfikir, ternyata kebaikan bisa dilakukan dimana saja dan dalam kondisi apapun. Dengan ‘berseragam pramuniaga’ aku bisa membuat orang terbantu, supermarket juga terbantu citra pelayanannya, dan yang jelas menjaga orang lain dari perasaan bersalah. Aku cuma berharap, harapan istriku tadi semoga benar, dan apapun yang telah aku lakukan, semoga tetap ada rasa ikhlas di hatiku.

Namun setelah itu aku kayaknya perlu berpikir lagi untuk memakai kaos tersebut apabila bepergian ke luar rumah.


pengalaman di Super Indo Jalan Solo Yogyakarta ,4 September 2010