Konon kabarnya masjid kantor saya (Kantor Pusat Ditjen Pajak) termasuk salah satu masjid megah yang ada dilingkungan perkantoran di Jakarta. Masjid dengan desain yang sangat artistik (mbuh ora ngerti model opo desainnya), dihiasi dengan pilar yang gagah, megah dan menjulang tinggi, menyembul di antara tingginya gedung-gedung diperkantoran Semanggi-Sudirman- Gatot Subroto. Kesan pertama bangunan tersebut ramping dan berisi tapi kokoh.
Sebagian besar dinding dan semua lantainya dibuat dari bahan marmer yang katanya marmer asli alam, yang menambah kesan kokohnya bangunan tersebut.
Kalau kita masuk ke dalam ruangan utama masjid, susana dingin langsung merasuk ke kulit kita. Dinding dan semua lantainya terbuat dari marmer, dengan luar biasa besarnya potongan-potongannya. Lantai marmer yang mengkilap memberikan asa dingin, masih ditambah pula dengan beberapa pendingan ruangan yang ada di atas dan samping ruangan, semakin menambah suasana lebih dingin. Lebih terasa lagi apabila kita duduk, (maaf) pantat kita pasti akan selalu kita geser untuk mengusir rasa dingin yang mulai menembus kain.
Yang istimewa dari ruangan masjid tersebut adalah shaf pertamanya. Kenapa shaf pertama? Suasana dingin yang melingkupi ruangan masjid tersebut, membuat takmir memberikan gelaran karpet pada shaf pertamanya, dan hanya shaf pertamanya, tidak ada yang lain. Nah inilah yang menjadikan shaf pertama menjadi istimewa. Pada jam-jam sholat banyak jamaah yang kemudian berburu waktu untuk mendapatkan barisan yang pertama, bukan mengapa, hanya untuk sekedar mendapatkan tempat duduk yang lebih hangat di dalam susana ruangan dan lantai yang dingin. Dapat dikatakan yang mendapatkan shaf pertama adalah hanya orang-orang pilihan, yaitu orang-orang yang mau lebih awal beberapa menit sebelum saat shalat tiba.
Yang banyak menjadi pertanyaan adalah kenapa hanya shaf pertama? Kenapa tidak dengan shaf-shaf belakangnya? Tidak ada yang tahu jawabannya. Yang ada hanya menebak, mungkin karpetnya kurang, atau mungkin karpet bisa merusak lapisan marmernya, atau mungkin supaya mudah membersihkannya, atau mungkin..dan mungkin yang lain, yang semua serba tidak pasti.
Namun ada sesuatu yang menarik bagi saya. Apapun alasannya, ternyata memasang karpet pada shaf pertama saja dalam lantai ruangan yang begitu dingin dapat memberikan motivasi kepada para pegawai atau jamaah untuk berkompetisi mendapatkan shaf yang pertama tersebut. Mereka akan lebih cepat dimasjid, dengan mengalokasikan waktu lebih banyak di awal. Walaupun niatannya adalah hanya sekedar mendapatkan tempat yang lebih hangat dan nyaman.
Kalau kita kaji lebih dalam, sebenarnya ada nilai religius yang melekat pada shaf pertama, yang kemudian mengangkat orang-orang yang ada di shaf tersebut pada tempat yang lebih mulia. Ada keistimewaan yang melebihi hangatnya tempat duduk kita pada shaf pertama karena berkarpet. Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori adalah sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda : “Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya. Dan kalaulah mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan karena bersegera menuju shalat maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya). Dan kalaulah seandainya mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan shalat isya dan subuh, maka pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak.”
Juga sebuah hadit dari Imam Muslim :
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah paling belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah paling belakang, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.”
Begitulah, ada suatu nilai yang sangat istimewa shalat di shaf pertama. Nabi mengabarkan bahwa shaf yang terbaik bagi lelaki adalah yang paling depan sementara yang terjelek adalah shaf yang paling belakang. Karenanya beliau memperingatkan agar jangan sampai seseorang itu sengaja terlambat dan tidak mau berada di shaf terdepan, karena hal itu akan menjadi sebab Allah Ta’ala juga akan mengundurkan rahmat dan keutamaan-Nya kepada orang tersebut.
Jadi masihkah kita mensia-siakan kesempatan untuk bisa hadir diawal waktu shalat dan mendapatkan shaf pertama. Mungkin hanya sekedar kehangatan karpet atau kemuliaan dari Allah yang Maha Pemurah.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda : “Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya. Dan kalaulah mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan karena bersegera menuju shalat maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya). Dan kalaulah seandainya mereka mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan shalat isya dan subuh, maka pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak.”
Juga sebuah hadit dari Imam Muslim :
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah paling belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah paling belakang, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.”
Begitulah, ada suatu nilai yang sangat istimewa shalat di shaf pertama. Nabi mengabarkan bahwa shaf yang terbaik bagi lelaki adalah yang paling depan sementara yang terjelek adalah shaf yang paling belakang. Karenanya beliau memperingatkan agar jangan sampai seseorang itu sengaja terlambat dan tidak mau berada di shaf terdepan, karena hal itu akan menjadi sebab Allah Ta’ala juga akan mengundurkan rahmat dan keutamaan-Nya kepada orang tersebut.
Jadi masihkah kita mensia-siakan kesempatan untuk bisa hadir diawal waktu shalat dan mendapatkan shaf pertama. Mungkin hanya sekedar kehangatan karpet atau kemuliaan dari Allah yang Maha Pemurah.
(sumber gambar www.kaskus.com)
tulisanku, 18-01-2011, 15.09 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar