Sewaktu saya menempuh perkuliahan di Yogyakarta, saya pernah mendapat sebuah cerita dari seorang dosen. Dosen tersebut mempunyai seorang teman, yang berasal dari Swedia, yang juga berprofesi sebagai dosen sebuah universitas di negara tersebut. Pada suatu waktu, si dosen dari Swedia tersebut datang ke Indonesia atas undangan untuk menjadi dosen tamu di kampus saya.
Pada suatu hari, dosen dari Swedia itu bercerita, tentang pengalamannya waktu mengendarai mobil, tepatnya di sebuah perempatan jalan di Yogyakarta. Ketika itu lampu rambu lalulintas baru saja menyala merah dan mengharuskan semua kendaraan yang searah dengan dia harus berhenti. Namun beberapa detik berikutnya, ia melihat sebuah sepeda motor yang searah dengan dia, dengan kecepatan tinggi menerobos lampu merah memanfaatkan jeda antara lampu merah jalan dia dan lampu hijau jalan sebelahnya. Apa yang dilakukan tadi tentunya sempat mengagetkan pengendara dari arah jalan yang sudah hijau. Beruntunglah, hampir saja terjadi kecelakaan yang melibatkan si pengendara sepeda motor tadi dan kendaraan dari arah sebelahnya. Beberapa saat setalah sampai di rumah, si dosen dari Swedia tadi melihat ternyata orang yang menerobos lampu merah tadi adalah tetangga sebelah rumah tempat dia menginap. Apa yang dilihatnya, membuat dia tidak percaya, ternyata pengendara motor tadi setelah sampai di rumah hanya duduk-duduk santai sambil merokok. Sebelumnya, dosen dari Swedia tadi mengira ada suatu keperluan yang sangat penting sehingga si pengendara motor sampai harus menerobos lampu merah. Kepada dosen saya, si dosen Swedia tadi mengatakan, “ Saya heran dengan orang di sini, meraka mau-maunya mengambil resiko yang sangat besar hanya untuk sebuah aktivitas yang sangat sepele ataupun sia-sia”. Tentunya ini mengomentari si pengendara motor tadi, yang hanya mau merokok dan duduk santai saja sampai mau mengambil resiko yang membahaykan nyawa dia dan nyawa orang lain.
Sebenarnya tidak hanya peristiwa yang dilihat oleh dosen dari Swedia tadi. Setiap hari kita sering diperlihatkan peristiwa-peristiwatyang sebenarnya tidak perlu dilakukan oleh seseorang. Apabila kita lihat di jalanan banyak peristiwa-peristiwa yang sama. Misalnya apa manfaatnya mengganti ban motor dengan ukuran yang lebih kecil dari yang seharusnya, apa keuntungannya mengganti knalpot dengan knalpot yang memekakkan telinga, apakah enaknya naik motor sambil membaca atau bahkan menulis SMS, kalau semuanya itu mempunyai resiko yang jauh besar dari manfaat yang didapat. Apabila kita bandingkan dengan resikonya mungkin hal tersebut akan lebih tepat kita katakan sebagai pekerjaan yang tidak perlu atau sia-sia. Kita mungkin akan dengan cepat mengirimkan pesan SMS dengan tidak kehilangan waktu dalam perjalanan, tapi resikonya adalah kita akan ditabrak atau mungkin malah menabrak sesuatu yang jelas akan mencelakakan kita.
Ada sebuah teori yang dapat digunakan seseorang sebagai pertimbangan untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak. Teori ini adalah teori utilitas. Menurut teori ini, pertimbangan perlu tidaknya seseorang untuk melakukan suatu perbuatan adalah seberapa besar manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan resiko atau pengorbanan yang dilakukan. Ketika akan melakukan suatu perbuatan, kita harus dapat menghitung berapa manfaat yang dapat kita raih dengan melakukan aktivitas tersebut dan berapa resiko atau pengorbanan yang akan kita dapatkan juga.
Jangankan mempertimbangkan manfaat dan mudharat dari sebuah perbuatan, kita terlalu banyak melihat tingkah laku manusia yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Kadang mereka melakukan sesuatu yang hanya didasarkan untuk kesenangan saja, memuaskan keinginan pribadi tanpa mempertimbangkan hak dirinya sendiri yang seharusnya dia lindungi dan terkadang juga mengabaikan hak orang lain. Sebuah hadits dari Abi Hurairah ra katanya: Telah bersabda Rasulullah : Di antara kebagusan keIslaman seseorang ialah dia meninggalkan perkara yang tidak berguna bagi dirinya. [Hadis Hasan Riwayat Imam Tarmidzi].
Hadits tersebut mengingatkan bahwa, sesuatu yang tidak ada manfaatnya seharusnya dtinggalkan oleh seseorang agar dia mendapatkan seorang muslim yang baik. Apabila sesuatu dianggap sebagai hal yang sia-sia untuk dirinya saja diminta untuk ditinggalkna, apalagi sesustu tersebut tidak baik baik diri orang lain. Seseorang merokok dengan enaknya di dekat orang lain yang tidak merokok. Merokok sendiri sudah ada jelas tidak ada manfaatnya bagi diri perokok sendiri, dan bahkan malah merugikan orang lain. Jadi sudah sangat pantas apabila perbuatan merokok tersebut perlu ia tinggalkan.
Ketika manusia mampu melakukan perhitungan berapa besar manfaat yang diperoleh dari suatu perbuatan dan berapa besar resiko atau pengorbanan yang ia dapatkan juga, maka saya yakin kita akan melihat semua aktivitas manusia sehari-hari menjadi sebuah aktivitas yang memberikan kemanfaatan bagi semua.
tulisanku, 02-03-2011, 09.45 WIB
1 komentar:
setuju sekali, kalau lagi ngejar biar tidak terlambat kereta berarti boleh ya...
Posting Komentar