Kamis, 22 September 2011

APA SELAIN RESHUFFLE?


Isu reshuffle kabinet sedang menjadi perbicangan hangat di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah harus reshuffle? Apakah menteri yang bermasalah harus diganti? Kalau menjawab pertanyaan tersebut maka jawabannya adalah ya, reshuffle harus dilakukan. Alasannya sudah dapat kita ketahui semua, dan saya kira masyarakat juga dapat menilai.
Namun kalau kita bicara reshuffle , sebenarnya ada dua alasan yang dapat digunakan presiden untuk melakukan reshuffle, yaitu berdasarkan pertimbangan kinerja dan beradasarkan alasan tertentu. Apabila hasil evaluasi yang dilakukan oleh presiden terhadap kinerja menteri ternyata mengecewakan alias rapotnya merah, presiden dapat melakukan penggantian menteri tersebut. Bisa juga reshuffle dilakukan ketika menteri terlibat sebuah kasus yang terkait dengan masalah moralitas, misalnya perselingkuhan, korupsi dan kolusi, walaupun mungkin itu baru sebatas dugaan. Namun untuk mempertahankan wibawa pemerintahan, reshuffle perlu dilakukan.
Jeleknya kinerja menteri tidaklah dapat disalahkan 100% kepada menterinya itu sendiri. Seperti dalam sebuah permainan sepak bola, presiden mempunyai fungsi sebagai kapten sekaligus gelandang pengatur serangan dan ritme pertandingan. Presiden harus mampu mendorong dan memberikan dukungan kepada pemain-pemain yang lain agar dapat mencetak gol. Dalam hal ini presiden juag bertindak sebagai seorang manajer yang mampu mendorong menterinya untuk meningkatkan prestasinya. Presiden harus mampu menjadi penyemangat menterinya untuk kembali giat bekerja, dengan melakukan pengawasan secara ketat dan melakukan supervisi secara profesional. Presiden seharusnya tidak hanya mengkoordinasikan menterinya dengan rapat-rapat koordinasi saja, namun secara informal mampu memberikan pengawasan serta dorongan dalam berbagai kesempatan.
Kalau kita lihat pada diri SBY, maka seharusnya SBY segera mengubah gaya kepemimpinannya termasuk gaya manajerialnya. Presiden SBY harus tegas dan tidak boleh terlalu toleran dengan menterinya, termasuk menteri-menteri yang mewakili partai politik yang mendukungnya. Karena ketika mereka sudah masuk dalam lingkaran kabinet, mereka harus bekerja secara profesional. Presiden harus memposisikan sebagai pimpinannya tanpa harus ada rasa sungkan dengan partai menteri tersebut. Singkatnya presiden harus tegas, sehingga menteri akan cepat mengevaluasi diri dan melakukan perbaikan.
Selain itu kita masih melihat presiden belum memposisikan sebagai problem solver dan decision maker. Seorang presiden, ketika mendapatkan sebuah permasalahan seharusnya bukan keluhan atau curhat yang keluar, namun dia harus dalam posisi tegas dan mampu berpikir tenang dan logis untuk segera memberikan jalan keluar. Apabila menghadapi permasalahan kemudian mengeluh dan curhat, bagaimana pun menteri-menterinya akan semakin tidak percaya diri juga.
Kita tahu, SBY ada presiden yang sangat pandai dalam berbicara dan pidato. Namun SBY harus tahu kapan dia harus berbicara dan apakah hal-hal apa saja yang layak disampaikan kepada publik. Materi yang disampaikan haruslah tegas khas seorang pemimpin dan menyampaikan langkah-langkah yang konkret dan strategis terkait dengan permasalahan yang dihadapi serta membawa optimisme akan adanya penyelesaian. Hal itulah yang akan mendorong menteri-menterinya semakin percaya diri, dan semakin berkinerja baik dan meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinannya.

1 komentar:

WONDEFULL UMROH - SUGENG mengatakan...

baik pak, akan saya laksanakan kalau saya jadi presiden