Tidak seperti biasanya, yaitu naik Senja Utama, perjalanan ke Yogyakarta pada hari Jumat,1 April 2011 saya lakukan dengan naik kereta Fajar Utama. Dengan naik kereta ini, saya bisa seharian melihat hampir semua hal yang terjadi di sekitar saya dan sekaligus menikmati suasana perjalanan di siang hari. Salah satu peristiwa yang saya lihat pada hari itu adalah ketika ada pemeriksaan tiket selepas Stasiun Besar Cirebon yang dilakukan oleh salah seorang petugas kereta api. Ketika petugas tersebut meminta salah seorang penumpang yang duduk di seberang tempat duduk saya, untuk menunjukkan tiketnya, ternyata si penumpang bukannya menyerahkan tiketnya, tapi saya melihat dia menyerahkan uang (kalau tidak salah Rp 20.000,- an) sembari bersalaman dengan petugas kereta api tadi. Melihat peristiwa itu aku merasa risih dan hati kecilku merasa tidak terima, kemudian aku pura-pura batuk “hmm..hmm...” sambil kualihkan pandanganku ke penumpang dan petugas tadi. Begitu pandanganku dan pandangan mereka ketemu, saya melihat wajah kedua orang tersebut berubah agak memerah dan tersenyum malu-malu dan kemudian petugas tadi pergi.
Ternyata kejadian tersebut berulang lagi, selepas stasiun Purwokerto, namun kali ini petugasnya sudah berganti. Aku pun melakukan hal serupa, yaitu pura-pura batuk,”...hmm...hmmm...” dan melihat petugas kembali malu-malu dan berusaha segera menyembunyikan uang pemberian penumpang tadi.
Melihat peristiwa tadi aku mulai berpikir bahwa secara kodratnya manusia itu malu apabila melakukan pekerjaan yang tidak benar dan akan menutupi perbuatannya tadi sesegera dan serapat mungkin agar orang lain tidak mengetahuinya. Apa yang dilakukan petugas kereta api dan penumpang tadi sebenarnya masuk dalam pengertian korupsi, dan korupsi adalah sesuatu perbuatan yang melanggar hukum. Karena biasanya atau seharusnya pelakunya malu maka sering orang mengganti dengan istilah perbuatan yang memalukan dan perbuatan tadi bisa membuat malu tidak hanya kepada pelakunya tapi juga keluarga dan warga sekitarnya.
Saya masih ingat ketika semasa ayah saya aktif mengajar di sebuah sekolah dasar. Karena sudah termasuk guru senior maka ayah saya diperbolehkan mengikuti tes untuk dipromosikan sebagai kepala sekolah. Setelah tiga kali menjalani tes dan gagal terus, ayah saya ditawari oleh oknum penyelenggara ujian untuk menyediakan uang Rp. 3.000.000,- agar pada tes keempat bisa diluluskan. Ayah saya ternyata tidak menyanggupi, dan alasannya (yang masih membanggakan saya) adalah, “malu-maluin saja, guru nyogok hanya untuk jadi kepala sekolah, terus anak didiknya mau dibawa kemana?”
Malu adalah sifat manusia yang universal. Sifat malu tidak diberikan kepada binatang. Malu hanya diberikan Tuhan kepada manusia sebagai salah satu ukuran untuk menentukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia sering tidak sadar bahwa ketika mereka masih mempunyai rasa malu dengan orang lain ketika melakukan suatu perbuatan tidak terpuji, maka itu sebenarnya adalah peringatan supaya segera ditinggalkan dan hukuman yang lebih berat tidak dikenakan.
Kasus yang menghebohkan hari-hari terakhir ini adalah pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee. Dalam kacamata hukum, apa yang dilakukan oleh Malinda Dee tersebut juga sudah masuk dalam pengertian korupsi, karena korupsi tidak hanya diartikan pada kerugian keuangan negara saja, namun kerugian perusahaan pun sudah masuk dalam pengertian korupsi. Salah satu hal yang mendorong untuk membuat tulisan ini adalah ketika saya membaca headline harian Kompas, 7 April 2011, Malinda Pegang 236 Nasabah. Dari berita tersebut, saya mendapatkan informasi tersangka kasus pembobolan dana masabah Citibank, Melinda Dee, ternyata menangani 236 nasabah dengan nilai nominal minimal Rp. 500 juta per nasabah dan dengan total dana yang dibobol Rp. 17 milyar. Namun yang mengherankan, dari 256 nasabah yang dibobol ternyata hanya 3 orang nasabah yang yang melaporkan telah dirugikan. Pertanyaannya adalah kemana yang 233 nasabah lainnya. Harian Kompas edisi sebelumnya memberitakan bahwa ada dugaan bahwa nasabah-nasabah yang menjadi korban Malinda Dee adalah nasabah yang melakukan pencucian uang dari tindak pidana. Berarti dapat saya simpulkan bahwa mereka sebenarnya malu melaporkan bahwa dirinya dirugikan, karena uang mereka berasal dari perbuatan yang tidak terpuji alias yang memalukan.
Korupsi yang selama ini dianggap sudah menjadi penyakit akut di negara kita, salah satu penyebabnya adalah hilangnya rasa malu bagi pelakunya. Ketika rasa malu ditanya, sebelum melakukan korupsi, dan apa yang menjadi jawaban dari rasa malu itu dituruti maka sebenarnya korupsi dan perbuatan tidak terpuji lainnya bisa dicegah. Tapi lain halnya, apabila urat malu pelaku tersebut sudah putus.
Bagi kita yang masih diberikan rasa malu, maka bersyukurlah. Apalagi rasa malu tersebut masih bisa mengingatkan seseorang dari perbuatan yang memalukan.
tulisanku, 07-04-2011, 07.25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar