Setiap pagi biasanya komputer kubuka jam 07.15. Ini hari Jumat, dan saya datang kantor agak pagi, dan mungkin juga menjadi hari krida bagi pegawai-pegawai di lingkungan birokrasi, ada senam pagi kemudian dilanjutkan makan bubur kacang ijo. Walaupun kantorku sudah tidak ada senam pagi, (mungkin keterbatasan tempat), namun makan bubur kacang ijo masih tetap jalan.
Sambil menikmati kacang ijo, kubuka komputerku, ternyata istri sudah on line juga. Setelah haha hihi, maklum ketemu mukanya cuma tiap sabtu dan ahad, istri curhat tentang anak-anak. Najwa, katanya, sekarang gampang sekali cengeng. Tadi mau berangkat sekolah langsung nangis hanya karena dibilangi kakaknya, “cepetan dik, sudah siang!”. Memang beberapa hhari terakhir ini, hanya karena masalah kecil saja, anak saya tersebut gampang nangis dan terus ngambek. Kadang-kadang hanya kesenggol sedikit oleh kakaknya, laporannya disakiti oleh kakaknya, kemudian menangis. Belum lagi adiknya Tiara, sekarang juga manja banget, dan tidak mau kalah dengan dua kakaknya. Intinya istri saya merasa sangat kerepotan dan kadang capek melihat hal seperti itu. Tiada kata yang bisa kuucapkan selain,” ya sudah dik, bagaimana lagi namanya anak-anak”, karena memang ‘harus pegimana lagi......’.
Memang anakku yang kedua ini rada spesial. Najwa namanya, umur sudah 7,5 tahun, Ia begitu cengengnya, kadag-kadang hanya masalah kecil kemudian langsung “sedheprok” dilantai dan nangis, kadang hanya diusili kakaknya langsung menangis, lupa mengerjakan PR langsung menangis. Anakku yang pertama, Dafa, 11 tahun, lain lagi, kalau dengan adiknya (Najwa) begitu tidak sukanya, sebegitunya sampai-sampai mau disayang oleh adiknya dia marah-marah, kalau marah minta ampun pelampiasannya. Nah begitulah, anak-anak menurutku. Kadang lebih banyak membuat kita menjadi kesal, capek, dan merasa kurang dihargai oleh mereka.
Bagaimanapun juga, anak-anak adalah amanah dari Allah. Semua penerima amanah pasti akan dimintai pertangggungjawaban bagaimana amanah itu ditunaikan dengan baik.Agar menjadi pengemban amanah yang baik tentunya harus bisa mengambil hikmah dari pengalaman kita. Ada beberapa hal yang aku dapatkan setelah saya dikaruniai anak-anak tersebut.
Sambil menikmati kacang ijo, kubuka komputerku, ternyata istri sudah on line juga. Setelah haha hihi, maklum ketemu mukanya cuma tiap sabtu dan ahad, istri curhat tentang anak-anak. Najwa, katanya, sekarang gampang sekali cengeng. Tadi mau berangkat sekolah langsung nangis hanya karena dibilangi kakaknya, “cepetan dik, sudah siang!”. Memang beberapa hhari terakhir ini, hanya karena masalah kecil saja, anak saya tersebut gampang nangis dan terus ngambek. Kadang-kadang hanya kesenggol sedikit oleh kakaknya, laporannya disakiti oleh kakaknya, kemudian menangis. Belum lagi adiknya Tiara, sekarang juga manja banget, dan tidak mau kalah dengan dua kakaknya. Intinya istri saya merasa sangat kerepotan dan kadang capek melihat hal seperti itu. Tiada kata yang bisa kuucapkan selain,” ya sudah dik, bagaimana lagi namanya anak-anak”, karena memang ‘harus pegimana lagi......’.
Memang anakku yang kedua ini rada spesial. Najwa namanya, umur sudah 7,5 tahun, Ia begitu cengengnya, kadag-kadang hanya masalah kecil kemudian langsung “sedheprok” dilantai dan nangis, kadang hanya diusili kakaknya langsung menangis, lupa mengerjakan PR langsung menangis. Anakku yang pertama, Dafa, 11 tahun, lain lagi, kalau dengan adiknya (Najwa) begitu tidak sukanya, sebegitunya sampai-sampai mau disayang oleh adiknya dia marah-marah, kalau marah minta ampun pelampiasannya. Nah begitulah, anak-anak menurutku. Kadang lebih banyak membuat kita menjadi kesal, capek, dan merasa kurang dihargai oleh mereka.
Bagaimanapun juga, anak-anak adalah amanah dari Allah. Semua penerima amanah pasti akan dimintai pertangggungjawaban bagaimana amanah itu ditunaikan dengan baik.Agar menjadi pengemban amanah yang baik tentunya harus bisa mengambil hikmah dari pengalaman kita. Ada beberapa hal yang aku dapatkan setelah saya dikaruniai anak-anak tersebut.
- Setiap anak mempunyai karakteristik sendiri;
Saya pernah mendampingi anak saya belajar tentang ‘tambah dan selisih’, kalau tidak salah ada kasus seperti ini “Ada ikan berada pada kedalam 50 cm dibawah permukaan laut, kemudian dia meloncat 30 cm di atas permukaan laut untuk menangkap mangsanya, berapa jumlah jarak yang dilewati oleh ikan tersebut?” Saya membuat contoh persamaan matematika, bahkan sampai 3 atau 4 contoh, namun anak saya belum juga bisa menyelesaikan kasus tersebut. Akhirnya saya buat ilustrasi dengan gerakan (seolah-olah ikan), barulah dia memahami.
Seperti kata-kata hikmah, setiap anak akan membawa rejeki sendiri-sendiri, begitu pula karakteristik. Kesalahan dalam memperlakukan anak-anak adalah saat memperlakukan mereka dengan sangkaan bahwa ‘setiap anak sama saja’. Jangan pernah berharap bahwa anak kita mempunyai watak yang sama. Itu salah, anak membawa watak dan karakteristik sendiri. Jadi jangan mendidik anak hanya dengan berpedoman menurut usia mereka. Wah... kayak seorang ahli anak-anak saja. Namun hal tersebut sudah saya alami, bahwa harus memahami dulu karakter, sehingga kita akan tepat mendidik anak menurut karakternya. - Setiap anak akan mencari sosok yang dijadikan contoh;
Saya masih ingat, apabila saya mengamati barang-barang di supermarket, saya selalu bersedekap atau “mbondo tangan”, ee...anak saya selalu ikut-ikutan seperti itu dibelakang saya. Ini satu lagi, saya coba mengajari anak-anak menggosok gigi yang benar, tapi prakteknya ternyata tidak benar, barulah setelah saya bareng-bareng menggosok gigi bersama mereka, mereka mulai benar cara gosok giginya.
Keteladanan dan contoh adalah hal yang mutlak dalam mendidik anak-anak. Artinya bahwa anak-anak akan mengambil sikap kita sebagai acuan tindakan mereka, bahkan terhadap tingkah laku kita yang tidak kita sadari atau sepele. Oleh karena itu kehati-hatian dalam bersikap, hati-hati dalam ucapan dan perbutana adalah mutlak harus dilakukan oleh orang tua. - Berpikirlah sebelum kita melakukan suatu tindakan kepada anak-anak kita;
Suatu kali, ketika saya diburu-buru oleh suatu pekerjaan, saya coba agak keras ngomong ke anak saya, “minggir dulu mas, nanti pekerjaan ini ndak selesai!” sambil saya dorong sedikit anak tersebut. Setelah itu apa yang terjadi, anak saya tersebut ngambek dan meninggalkan ruangan dengan wajah marah. Atau pernahkah kita sering melihat wajah anak kita ketika sedang tidur dan coba kita bayangkan ketika kita memarahinya. Pasti ada perasaan menyesal dan kasihan. Sejenak berpikir sebelum melakukan suatu hal kepada anak kita adalah suatu hal yang sangat bijaksana. Jangan sampai kita mneyesal setelahnya ataupun mungkin malah membuat anak tersebut menjadi menjauh dari kita.
Kuncinya adalah berfikir sebelum bertindak dan bersabar sebelum menghukum. Kadang keduanya akan terasa sulit masuk ke benak kita ketika yang kita hadapi anak-anak. Namun ketika kita mau berfikfir dan bersabar, dipastikan tidak ada penyesalan pada akhirnya. - Setiap anak akan meminta haknya untuk bermain dengan orang tuanya;
Setiap pulang ke rumah, setiap Sabtu dan Ahad, pasti ada saja salah satu anak saya minta main. Kadang Dafa ngajak main kelereng, Najwa ngajak main bulu tangkis dan Tiara ngajak main puzzle atau kartu. Suatu hal yang sangat tidak pas dilakukan oleh orang dewasa, bahkan kita cenderung malas untuk mengikutinya. Apalagi kita mempunyai pekerjaan yang lebih penting. Apakah benar seperti itu? Sebenarnya kalau kita mau sempatkan untuk mengikuti ajakan tersebut, akan menjadi jalan kita menjalin hubungan yang lebih erat dengan anak-anak kita. Anak-anak tidak selalu harus bernain dengan anak-anak yang sebaya juga, namun kedekatan dengan orang tua dapat dibentuk melalui pemberian hak bermain bersama mereka.
Sebuah artikel yang saya baca mengatakan bahwa, pembentukan karakter yang baik oleh orang tua dapat diberikan kepada anak-anaknya dengan masuk ke dalam dunianya.
Jumat, 28-01-2011
3 komentar:
Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan ayahnya ketika ibunya "wadul", saya juga bisa membayangkan bagaimana pusing tujuh kelilingnya ibunya yang langsung berhadapan langsung tiap hari, tiap malam.
Disamping karakter anak itu berbeda , karakter lain yang harus dipertimbangkan adalah kebutuhan seiring dengan umur yang mulai menginjak anak-anak, pra remaja dan remaja. Semua membutuhkan penanganan spesifik.
Ibune pusing, bapake pusing tapi nggak bisa berbuat apa, pembaca blognya juga ikut pusing lha anake lebih banyak je dari yang kuliah, sma, smp, sd, tk sampai belum sekolah
Tapi itulah tugas mulia yang harus diemban oleh orang tua untuk membangun peradaban.
Jika anak sendiri saja punya karakter yang berbeda, apalagi dengan anak orang lain.Sungguh mulia para bapak ibu guru yg sabar mengajari murid-muridnya.
betul sekali...terima kasih atas semua koment-nya
Posting Komentar