Selasa, 05 April 2011

Kasus PKS : Perpecahan atau Sebuah Teguran *)


Beberapa hari terakhir, kita disibukkan dengan beberapa berita yang terkait dengan dinamika di tubuh sebuah partai yang menyatakan dirinya sebagai partai dakwah. Seorang pendiri Partai Keadilan (nama sebelum berubah manjadi Partai Keadilan Sejahtera), Yusuf Supendi menggunggat beberapa petinggi PKS antara lain Hilmi Aminuddin, Lutfi Hasan Ishak dan Anis Matta. Menurut Yusuf Supendi, para petinggi tersebut melakukan manipulasi dalam penggunaan dana kampanye ilegal dan melaksanakan kerja partai yang tidak sesuai dengan garis-garis besar haluan sebuah partai dakwah. Intinya, mereka dilaporkan telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas dan hukum positif di Indonesia.

PKS selama ini identik dengan partai yang selalu mengedepankan moralitas dan akhlakul karimah dalam setiap aktivitasnya. Setiap manuver politknnya selalu dibungkus dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Sesuai dengan jargonnya sebagai sebuah partai dakwah, apa yang dilakukan oleh PKS tersebut adalah sebuah keniscayaan. Dan tidak dipungikiri lagi, label dan akitivitas yang identik dengan bersih, peduli dan profesional inilah yang mendongkrak perolehan suara PK dan PKS dalam tiga kali keikutsertaannya dalam pemilu. Bahkan dalam pemilu 2009 PKS menemani Partai Demokrat sebagai partai mengalami kenaikan dalam perolehan suara.

Munculnya permasalahan internal yang disuarakan oleh Yusuf Sipendi tentunya akan mempengaruhi PKS secara internal maupun eksternal. Secara internal, banyak kader dan simpatisan yang bertanya-tanya tentang kebenaran informasi tersebut. Dan secara eksternal, apa yang dilakukan oleh Yusuf Supendi dengan data dan informasinya akan menjadi berita yang bombastis, karena hal ini menyangkut partai yang selama ini dianggap mewakili partai yang bersih dan bermoral. Sebuah berita miring tentang PKS tentunya akan menjadi berita yang menjual dibandingkan dengan sebuah berita miring untuk partai yang lain, dan saya berpendapat hal ini wajar sesuai dengan sebuah pepatah dalam dunia pers “anjing menggigit orang itu biasa, tapi orang menggigit anjing itulah namanya berita”. Sesuatu yang tidak biasa tentunya akan menjadi berita, demikian pula PKS, kabar yang dibawa Yusuf Mansur tersebut adalah sesuatu yang tidak biasa dalam PKS, walaupun kebenarannya masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

Banyak spekulasi dan analisis terkait konflik internal (karena saya masih menganggap Yusuf Mansur adalah bagian dari PK maupun PKS, walaupun menurut informasi beliau sudah dipecat dari PKS). Salah satu yang keluar dari internal PKS adalah bahwa ada agenda tersembunyi dari lawan poltik PKS yang meminjam tangan Yusuf Supendi untuk menjatuhkan PKS. Logika ini bisa diterima oleh akal. Manuver politik PKS dalam koalisi pemerintahan memang kerap menimbulkan masalah bagi partai koalisi lainnya, dimulai dari kasus hak angket Century dan terakhir adalah hak angket Pajak. Saya berpendapat wajar ketika petinggi PKS mengeluarkan analisis seperti itu. Manuver PKS yang tidak sejalan dengan partai koalisi lainnya membuat kekuatan lain dalam koalisi merasa gerah dan mencoba melakukan manuver balasan untuk memberikan pelajaran kepada PKS. Apalagi presiden SBY juga kelihatan ragu untuk secara tegas mengeluarkan PKS dari koalisi dan alasan soliditas PKS serta militansi dan kritis dari para kader PKS inilah yang tentu menjadi pertimbangannya.

Terlepas benar atau tidaknya semua yang dilaporkan oleh Yusuf Supendi terkait dengan PKS, saya berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Yusuf Supendi dapat dilihat dari kacamata hikmah buat PKS. Selain melakukan perlawanan atas apa yang dilaporkan oleh Yusuf Supendi tersebut melalui jalur yang seharusnya, maka PKS harus melihat permasalahan ini secara keseluruhan. Sebagai partai dakwah, apa yang terjadi saat ini harus dilihat dari kacamata dakwah itu sendiri bukan dari kacamata emosional belaka.

Sebagai partai yang cukup besar yang menjadi harapan besar bagi kader dan simpatisannya, PKS harus mulai berkaca kepada diri sendirinya. Kenapa saya bilang besar, karena partai ini mempunyai kekuatan 7% lebih pemilih, 57 (kalau tidak salah) anggota DPR Pusat dan sekarang mempunyai 4 kursi menteri di pemerintahan. Dengan kekuatan tersebut menjadikan partai ini semakin kuat dan besar di masyarakat. Kader dan pengurus sebagai motor dan inti dari sebuah partai tentunya akan menikmati efek kebesaran dari partai ini. Dari efek sebagai figur publik maupun efek tingkat peningkatan perekonomian dari kader dan simpatisan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semua pasti masih ingat ketika PKS masih bernama PK. Dapat dikatakan hampir semua kader dan pengurus PK ada dalam posisi “miskin” dan “prihatin”. Mereka bekerja dengan bermodalkan semanagt dan kepercayaan atas janji Allah bahwa perjuangan partai dakwah adalah perjuangan jihad dan pasti akan dimenangkan oleh Allah. Mereka berjuang bukan untuk perorangan (caleg partai) namun mereka berjuang untuk partai (siapa pun yang jadi sama saja). Mereka rela mengeluarkan dana pribadi untuk keyakinan perjuangan partai tersebut. Sehingga semua yang terkait dengan pemasangan atribut mereka lakukan sendiri tanpa ada bayaran maupun membayar orang lain. Kampanye dilakukan tanpa sepeserpun politik uang. Mereka mencoba menjual partai dengan dengan silaturahmi dari rumah ke rumah (yang mereka namakan direct selling, dan itulah yang menjadi senjata utamanya.

Seiring dengan perkembangan waktu, ketika partai sudah mendapat tempat di masyaraat dan mendapat tempat pula kader-kadernya dalam parlemen dan pemerintahan, saat itu pula tingkat kehidupan dan kesejahteraan mereka semakin meningkat. Semakin banyak mereka yang mempunyai peran dalam parlemen dan pemerintahan mendapatkan banyak peningkatan dalam perekonomiannya. Apakah itu karena memang penghasilan mereka semakin besar dan ikut bisa memenangkan dan melaksanakan proyek-proyek pemerintaahan. Kalau dulu acara-acara PKS selalu dipenuhi dengan sepeda motor, sekarang dipenuhi dengan berbagai macam merk mobil (bahkan ada sebuah mobil dengan plat nomor cantik serta huruf yang merupakan singkatan dari nama pemiliknya)

Kesejahteraan adalah hak, dan apabila banyak kader PKS yang tingkat kesehateraannya semakin baik juga tidak bisa dipersalahkan. Penghasilan yang menigkat dan tingkat perekommian kader yang semakin mambaik adalah hak bagi semuanya. Banyak kita lihat kader dan simpatisan PKS ini sudah memiliki rumah yang sangat layak dan mungkin mobil saja lebih dari satu. Kehidupan mereka sudah lebih dari dari cukup. Namun yang perlu dingat adalah bahwa PKS adalah tetap partai dakwah, yang berarti bahwa segala sesuatu yang menyangkut partai, baik kader atau gaya hidupnya harus dikembalikan pada norma dan moralitas sebagai partai dakwah. Bukan berarti bahwa dengan keterbukaannya kemudian membuat PKS semakin pragmatis, meninggalkan slogan-slogan dakwahnya yang sudah dianggap kuno. Sejarah belum membuktikan bahwa partai politik yang idealis tidak akan menang daalm sebuah pertarungan pemilu. Malah yang kita lihat Ahmadinejad, seorang idialis sejati, seorang presiden yang sangat-sangat sederhana, mampu terpilih menjadi presiden dua kali, dan menjadi inspirasi bagi negaranya tegak berdiri di hadapan hantaman negara-negara Barat. Ahmadinejad mampu mepertahankan kesederhanaannya dan idealismenya semalam dua kali menjadi presiden.

Yusuf Supendi adalah ustadz senior dan sampai sekarang beliau masih dikenal sebagai ustadz. Apa yang dilaporkan ke KPK, Polri dan BK DPR janganlah dilihat dari sisi kaca mata fitnah atau ancaman. Internal PKS seharusnya menyikapi hal tersebut sebagai sebuah peringatan atau tepatnya teguran. Bukankah internal PKS adalah juga para ustadz (alias ustadz melaporkan ustadz). Mungkin selama ini ada sesuatu yang tidak berjalan semestinya dalam tubuh PKS dan Yusuf Supendi sudah merasa selalu mengingatkan tapi tidak direspon. Dalam kacamata lain dapat dikatakan, Yusuf merasa sudah saatnya harus dijewer dengan keras supaya mau diingatkan. Wajar PKS bila melakukan perlawanan apabila hal itu tidak benar menurut PKS, namun dalam bahasa partai dakwah hal yang lebi tepat adalah segera mengevaluasi diri. Apakah yang dilakukan PKS selama ini memang sudah tepat sebagai sebuah partai dakwah. Ataukah ada bungkus kebijakan dakwah yang tidak tepat sehingga perlu evaluasi lagi. Evaluasi internal harus menyeluruh. Organisasi harus dievaluasi lagi, apakah masih sesuai dengan tatanan partai dakwah. Kader juga harus dievaluasi apakah masih bisa mrepresentasikan bahasa partai dakwah. Apabila telah menyimpang dari norma partai dakwah, maka gaya hidup dan perilaku kader harus dikembalikan kepada gaya hidup sebagai kader partai dakwah. Kita tidak bicara secara general, masih banyak anggota DPR/DPRD PKS yang sangat sederhana (bahkan ada yang masih hidup di rumah kontrakan), namun yang perlu diingatkan untuk kembali ke track kader partai dakwah adalah mereka yang sudah melupakan bagaimana seharusnya menjadi kader partai dakwah.

Kita kan menunggu bagaimana para petinggi PKS merespon kasus yang dibawa Yusuf Supendi ini. Tapi menurut saya, ishlah adalah bahasa yang paling indah. Esensi dalam sebuah organisasi adalah saling mengingatkan dan saling menasehati. Apalagi ini adalah sebuah partai dakwah. Bagaimana dakwah akan digunakan sebagai senjata untuk menyelesaikan permasalahan ini, itu akan dilihat dari petinggi PKS dalam menyelesaikan masalah ini. Dan hal itu akan dilihat oleh semua masyarakat luas. Dakwah Islam adalah jati diri PKS. Ketika hal tersebut hilang maka akan hilang juga PKS.



*) pemikiran seorang teman yang coba saya tuangkan dalam bentuk tulisan....04-04-2011

Tidak ada komentar: