Selasa, 19 Januari 2016

Keikhlasan Seorang Simbah


Tiba-tiba malam itu aku ingat sebuah peristiwa pada suatu pagi di hari Sabtu. Sekitar pukul 07.30, aku selesai menjalankan rutin di setiap Sabtu pagi, yaitu bermain sepak bola di sebuah lapangan yang jaraknya kurang lebih 3 km dari rumah. Ketika akan kubelokkan sepeda motorku, aku melihat seorang simbah-simbah (nenek-nenek dalam bahasa Jawa) yang menggendong keranjang bambu, akan menyeberang jalan. Kelihatan betul simbah itu sangat ragu-ragu bercampur takut, karena jalanan di pagi hari itu sangat ramai. Biasanya jalanan depan lapangan di pagi hari memang sangat ramai, dari kendaraan roda dua dan tiga hampir memenuhi jalanan di pagi hari. Kemudian kuhampiri simbah itu, dan aku bertanya (dengan bahasa Jawa tentunya), “ Mau ke mana mbah? Mau menyeberang ya?” Dijawab nenek itu,” Ya den, simbah mau ke pasar Cebongan, jalanan ramai sekali, mau menyeberang simbah takut.” Den adalah panggilan untuk seseorang yang dihormati, biasanya diberikan oleh orang -orang di desa.

Pasar Cebongan berjarak sekitar 1.5 km dari lapangan bola tempat saya bermain bola. Waktu itu pikiran saya karena kasihan, aku coba tawarkan ke simbah tadi, “Gimana mbah, kalau saya anter ke pasarnya?” Kebetulan memang arah jalan pulang searah dengan arah pasar Cebongan.Mendengar tawaranku tadi, tak kusangka, ucapan terima kasih dan pujian keluar dari bibir simbah tadi. Dan akhirnya nenek tadi aku bocengkan menuju ke pasar.

Selama perjalanan, simbah tadi bercerita bagaimana kondisi keluarganya. Dia sudah janda dan hidup dengan anak laki-lainya yang bungsu. Diusianya yang sudah tua, dia jualan apa saja di pasar. Menurut saya, anak-anaknya harusnya sudah tidak mengijinkan dia untuk pergi ke pasar sendirian, apalagi jalan sangat ramai. “Kok tidak minta diantar putranya mbah?” tanyaku, “Anak saya belum bangun den, tadi sudah saya bangunkan berkali-kali, tapi tetap tidak mau bangun, tadi malam pulangnya sudah larut malam”, jawab simbah tadi. Setelah itu, simbah tadi malah banyak cerita tentang anaknya yang masih tinggal dengannya, dan semua ceritanya hampir tidak ada yang baik mengenai anaknya tadi. Dari yang masih nganggur, kerjanya main terus, kalau pulang malam, dan itupun hanya makan dan terus tidur.

Sesampai di pasar, setelah turun dari sepeda motor, sebenarnya aku mau langsung memutar untuk pulang, tetapi tiba-tiba simbah tadi memegang tanganku dan..masya Allah..simbah tadi masih mengucapkan terima kasih dan medoakan dengan berbagai macam doa. Saking panjangnya apa yang didoakan oleh simbah tadi, aku sampai mematikan mesin motor saya. Aku hanya berkata dalam hati,”Alhamdulillah...sebuah anugerah yang amat luar biasa dipagi itu”. Aku sangat merasakan keikhlasan yang muncul begitu tulus. Keikhlasan yang menyertai doa simbah tadi sampai masuk ke dalam hati.

Mengenang kisah tadi, saya teringat kedua orang tua. Suatu saat nanti mereka akan memasuki umur seperti si simbah tadi. Tentunya mereka kepengin mempunyai anak-anak yang berbakti. Mereka berharap anak-anaknya akan menjadikan hidup mereka bahagia dan jiwa mereka tenang. Oleh karena itu tugas seorang anak adalah bagaimana ngemong orang tua sehingga mereka akan merasakan kehidupan sebenarnya menjelang akhir-akhir hayatnya.

Saya hanya berpikir dan berharap, semoga keikhlasan doa simbah tadi, membuat Allah mendengarkan dan berpaling untuk mengingatkan anaknya. Kebahagian orang tua adalah ketika melihat anak-anaknya berbakti dan mengerti kondisi orang tuanya. Mudah-mudahan dijelang hari-hari akhirnya, simbah tadi menemukan kebahagiaan bersama anaknya.

Aku pun hanya mengharap semoga doa yang ikhlas dari simbah tadi didengar dan dikabulkan oleh Allah. Kita tidak tahu dari mulut siapa doa yang akan dikabulkan oleh Allah. Dan semoga bisa menjadi anak yang berbakti dan membahagiakan orang tua.

Kamis, 14 Januari 2016

e-FAKTUR DAN POTENSI PENYALAHGUNAANNYA

Berdasarkan data dari Ditjen Pajak, negara dirugikan sebesar Rp. 1,7 Trilyun dalam kurun waktu tahun 2009 s.d. 2014 akibat penerbitan faktur pajak fiktif. Itu belum termasuk jumlah faktur pajak bermasalah yang diduga diterbitkan oleh WP  yang seharusnya tidak menerbitkan faktur pajak. Data internal DJP menyebutkan masih banyak faktur pajak bermasalah yang berasal dari WP non Pengusaha Kena Pajak (PKP), faktur pajak ganda, dan PKP yang menerbitkan faktur pajak tetapi tidak melaporkan. Dari data kegiatan penegakkan hukum di bidang perpajakan, jumlah faktur pajak yang bermasalah tersebut jumlahnya lebih dari Rp 5 Trilyun setiap tahunnya.

Menjawab permasalahan tersebut, DJP menerbitkan sebuah aturan yang mewajibkan semua PKP menggunakan fakktur pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-faktur. E-faktur  adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan aplikasi ini diharapkan penyalahgunaan faktur pajak dapat ditekan seminimal mungkin dan dari sisi biaya administrasi pajak, penggunaan e-faktur ini juga lebih efisisen.

Pada era yang serba digital, isu e-faktur sangatlah relevan untuk diterapkan. PKP akan merasa nyaman dalam proses pekerjaan maupun penyimpanan hasil pekerjaan. Penerbitan faktur pajak tidak lagi membutuhkan tanda tangan basah karena e-faktur ini menggunakan tanda tangan digital, dan tidak ada kewajiban untuk mencetak faktur pajak, serta aplikasi ini merupakan satu kesatuan dengan e-SPT.

Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa efektifkah e-faktur ini mengurangi jumlah penyalahgunaan faktur pajak.  E-faktur baru diberlakukan untuk semua PKP di wilayah Jawa dan Bali  mulai 1 Juli 2015. Apabila efektif atau tidaknya e-faktur dalam menekan jumlah penyalahgunaan faktur pajak diukur dengan jumlah penerbitan faktur pajak yang bermasalah, maka belum cukup waktu untuk melakukan evaluasi.

Pertimbangan e-faktur adalah untuk pencegahan atau preventif, maka yang perlu dilihat adalah sejauh mana mekanisme e-faktur ini bisa mencegah penyalahgunaan tersebut. Artinya setiap celah yang memungkinkan adanya penyalahgunaan faktur pajak harus bisa ditutupi dengan mekanisme e-faktur.

Seiring dengan kemajuan ekonomi, modus penyalahgunaan faktur pajak pun berkembang dan semakin komplek. Pada awalnya, penyalahgunaan faktur pajak hanya sebatas faktur pajak yang diterbitkan oleh yang tidak berhak atau faktur pajak yang tidak dilaporkan oleh PKP penerbit. Saat ini penyalahgunaan faktur sudah sedemikian komplek dan melibatkan perusahaan boneka yang sengaja dibuat untuk mendukung formalitas pelaporan faktur pajak tersebut. Penelitan formal pun akan sulit untuk mengidentifikasi kebenaran sebuah faktur pajak. Bahkan untuk mendukungnya pun, penerbit faktur pajak membuat sebuah transaksi  seolah-olah sebagai underlying transaksinya.

Tahapan yang harus dilakukan oleh PKP agar dapat menggunakan e-faktur adalah meminta sertifikat elektronik dan kode aktivasi, dan melakukan aktivasi setelah ada persetujuan dari KPP. Permohonan sertifikat elektronik harus dilakukan sendiri oleh pengurus perusahaan dengan cara datang langsung ke KPP. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut memang benar-benar ada dan siapa yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut. Tahap selanjutnya yaitu  aktivasi dan penerbitan faktur pajak sebenarnya sama dengan proses pembuatan faktur pajak manual, yang membedakan adalah penerbitan ini dilakukan secara elektronik.

Titik kritis e-faktur berada saat KPP memberikan permohonan sertifikat elektronik. Tahap inilah yang sebenarnya diharapkan dapat dapat mencegah adanya penyalahgunaan faktur pajak. Dalam tahap ini KPP harus benar-benar selektif  dan hati-hati agar tidak salah memberikan sertifikat pada perusahaan yang seharusnya tidak berhak. Kontrol yang ketat dengan mempelajari karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan faktur pajak perlu dilakukan oleh KPP. Kegiatan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang menyalahgunakan faktur pajak, bisa dijadikan acuan untuk bisa mengindentifikasi perusahaan-perusahaan tersebut.

Kontrol yang ketat dalam setiap tahapan  pemberian e-faktur akan membantu menekan kemungkinan penyalahgunaan faktur pajak. Di sisi lain, penegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan penyalahgunaan faktur juga perlu dilakukan. Ada kecenderungan modus perusahaan semakin komplek dengan menyesuaikan perkembangan teknologi dan bisnis yang terjadi. Selain untuk memberikan efek jera, penegakkan hukum ini juga akan menambah perbendaharaan mengenai profil/karakteristik perusahaan yang biasanya menyalahgunakan faktur pajak.


KONYOLNYA MANUSIA

Ada kebiasaan-kebiasaan aneh yang dilakukan oleh manusia. Semua orang tahu bahwa kotoran yang terselip di antara kuku kaki dan bagian kulit adalah bau. Tapi kita sering melihat, atau bahkan kita sendiri melakukan hal yang konyol, yaitu masih mencium kotoran tersebut. Setelah mengutak-utik kuku dan mendapatkan sedikit kotorannya terkadang kita masih mendekatkan ke hidung untuk memastikan bahwa benda itu berbau. Kita pun yakin tanpa kita membau pun sebenarnya benda itu sudah pasti bau.

Ketiak adalah suatu tempat yang cepat mengeluarkan keringat. Karena posisinya merupakan lipatan antara lengan atas dan badan kita, tempat tersebut biasanya lembab dan menjadi sumber munculnya bakteri yang mengakibtkan bau badan. Makanya sumber bau badan yang disebabkan oleh keringat biasanya biasanya berasal dari ketiak kita. Namun apa yang kita lakukan, sudah tahu bahwa ketika kita berkeringat maka ketiak kita bau, kenapa masih juga melakukan tindakan bodoh, ketika badan terasa bau maka kita mencium ketiak.

Cicak paling suka berkeliaran di musholla atau masjid. Dan biasanya ia akan tinggalakn kotoran yang jatuh ke lantai. Ketika ada sebuah kotoran, dan kita sudah yakin bentuknya itu adalah kotoran cicak maka biasanya kita akan singkirkan. Kebiasaan anak-anak di musholla saya, mereka langsung mengambil kotoran cicak yang sudah kering tersebut kemudian membuangnya. Dan anehnya untuk memastikan mereka pun masih mencium kotoran tersebut.

Itulah kekonyolan manusia. Atau mungkin bisa juga disebut dengan bodohnya manusia. Mencium kotoran-kotoran tadi adalah salah satu bentuk jungkir baliknya logika manusia. Sudah tahu bau masih juga diciumnya.

Penangkapan (lagi) oleh KPK terhadap salah seorang anggota DPR bernama  Damayanti Wisnu Putranti (DWP)  yang baru saja terjadi (walapun beritanya kalah seru dengan ledakan bom di Sarinah) adalah salah satu bentuk kebdodohan manusia. Itu adalah penangkapan kesekian kali terhadap anggota DPR. Bahkan mungkin sudah puluhan politisi, pejabat, birokrat yang ditangkap karena urusan korupsi. Apakah mereka tidak tahu bahwa korupsi itu adalah tindak pidana? Jawabnnya saya yakin 1000% bahwa mereka tahu. Alangkah bodohnya mereka kalau mereka tidak tahu ketika kita memanggilnya dengan sebutan Yang Mulia). Yang menjadikan kita heran adalah mengapa mereka masih melakukan juga. Mereka sebenarnya sudah tahu bahwa korupsi itu resikonya masuk penjara, tetapi mereka masih lakukan juga.

Kalau mencium batu kotoran kuku, resikonya mungkin cuma perasaan tidak enak (atau malah bangga) karena aroma kotoran tersebut. Tapi resiko untuk korupsi, apakah sesederhana itu. Hotel prodeo sudah siap menyambutnya. Selain itu korupsi akan menghancurkan karir, wibawa, keluarga dan kehidupan sosialnya. Kenapa itu masih juga dilakukan. Konyol!


Apakah mereka lakukan hal tersebut karena mereka terbiasa dengan kekonyolan-kekonyolan kecil. Saya kira tidak. Tuhan menciptakan kebiasaan manusia dengan kekonyolan-kekonyolan kecil tadi sebetulnya supaya manusia sadar bahwa setiap perbuatan konyol pasti ada resikonya. Ketika dia melakukan kekonyolan-kekonyolan besar maka resikonya pun menjadi lebih besar. Pesan yang harus dipahami adalah manusia harus mampu meredam nafsunya alias berpikir dua kali untuk melakukan kebodohan-kebodohan yang akan mengakibatkan dia masuk dalam lubang kebinaasaan.

UNTUK APA MEREKA LAKUKAN ITU

Saya mempunyai rutinitas jogging tiap hari Selasa, Rabu dan Jumat  pagi di sekitar Monas yang kebetulan dekat dengan kantor. Ada beberapa aktivitas orang yang sama yang teramati.

Ada seorang pria yang sudah cukup tua. Kulitnya sudah mengeriput, tidak menempel  erat pada tulang sehingga tonjolan-tonjolan tulangnya kelihatan. Rambut sudah memutih semua. Jalannya pun sudah tidak sempurna layaknya manusia dewasa berjalan. Langkahnya pendek-pendek dan lambat cenderung hati-hati. Kakinya sudah sudah tidak terlalu kuat menahan tubuhnya sehingga kalau pas melangkah sedikit agak goyang tubuhnya. Namun setiap pagi dia tidak absen untuk ikut senam lansia. Semua gerakan dia ikuti dengan serius. Walalupun wajahnya yang sudah penuh garis-garis keriput, tapi tetap menunjukkan semangat yang luar biasa.

Ada juga seorang wanita -yang maaf secara ukuran- tubuhnya termasuk big size. Dengan tinggi badan yang tergolong pendek, makin menunjukkan bahwa dia termasuk dalam kriteria gemuk. Dengan mengalungkan sebuah handuk dan memasang headset hp pada telinganya, setiap pagi dia tidak pernah absen selalu melakukan jalan cepat. Badannya nampak yang basah kuyup keringat, namun wajahnya tetap menunjukkan bahwa dia sangat menikamti aktivitasnya.

Ada juga seorang pria, menurut taksirn saya usianya sekitar 50 tahun. Naik sepeda adalah pilihan olahraganya. Dengan kostum yang kelihatan keren dan sepeda yang cukup bermerk, menandakan bahwa dia berasal dari golongan orang yang berkemampuan. Dilihat dari cara menggowes, nampak pula bahwa dia sudah terbiasa dengan olahraga tersebut. Hampir setiap gowesannya, say lihat dilakukan dengan power yang cukup kuat dan cepat, jarang saya dapati dia terlihat santai. Badannya menunjukkan bahwa secara fisik terjaga. Pria dengan usia segitu bisanya perutnya sudah lebih ke depan meninggalkan dadanya, tapi pria ini tampak bisa menjaga badannya.

Ada juga sekelompok ibu-ibu yang setiap hari melakukan senam bersama.  Sebenarnya saya masih bingung jenis senam apa yang mereka lakukan. Musik yang diputarpun berbahasa Cina, menambah ketidaktahuanku. Dari gerakannya pun juga klebih tepat disebut dengan menari atau joget daripada disebut senam. Usia mereka rata-rata di atas 50 tahun. Tampak mereka sangat menikmati senam tersebut atau lebih tepatnya menari. Sepanjang aktivitas, mereka ketawa ketiwi dan bahkan saling menggoda satu sama lain.

Ada juga seorang lekaki muda, mungkin sekitar 20-an tahun. Dengan serangkat head set dan smartphone yang dimasukkan di armband,kelihatan sekali bahwa dia masih kuat secara fisik. Langkahnya masih panjang dan frekuensinya cukup cepat. Keringatnya pun cukup deras mengalir menandakan bahwa dia sudah melakukan aktivitas cukup lama.

Ada juga seorang wanita berjilbab. Usia mengin sekitar 45 tahun. Tapi yang emmbuat saya agak salut, walaupun secara usia sudah cukup tua, dan badan tidak kelihatan langsing, namun wanita tersebut masih cukup kuat berlalri. Bahkan ritme larinya pun lebih cepat dari saya. Dia bisa mengatur irama nafas dan langkahnya sehingga bisa mempertahakan kosistensi larinya. Pernah saya coba mendampingi di lintasan paling dekat dengan lintasanya, ternyata setalah 3 lap, belum nampak di wajahnya tanda-tanda kelelahan.
Dan sebenarnya masih banyak lagi yang mungkin kalau diceritakan akan menjadi panjang sekali. Pertanyaannya adalah untuk apa mereka lakukan itu?

Terus terang saya belum pernah menayakan alasannya.  Yang bisa saya lakukan adalah mengira-ira jawabannya. Mungkin ada yang menjawab : supaya panjang umur sehingga bisa menyaksikan cucu saya menikah. Mungkin ada yang menjawab : supaya di hari tua saya merasa tetap  sehat dan bugar. Mungkin ada yang menjawab : supaya badan saya lebih langsing. Mungkin ada yang menjawab : supaya badan saya terasa bugar dan sehat. Mungkin ada yang menjawab :supaya badan saya sehat, sehingga panjang umur.

Apapun kemungkinan jawabannya, saya dapat memastikan tujuan mereka melakukan aktivitas tersebut secara substansi sama, yaitu alasan kesehatan. Hidup sehat adalah sebuah pilihan. Ketika kematian adalah adalah sebuah kepastian, sedangkan kehidupan yang merupakan proses menuju kematian, di dalamnya kita masih diberikan pilihan. Secara teori tidak ada yang dapat memperkirakan berapa umur kehidupan seseorang, bisa singkat atau lama. Dalam kondisi tidak adanya  kepastian, maka yang paling bijak adalah ketika memilih untuk bisa hidup dalam keadaan yang menyenangkan, baik lama atau tidak. Dan pilihannya adalah bagaimana kita bisa hidup sehat. Panjang atau pendek umur manusia apabila dilalui dengan kondisi badan sehat tentunya akan memberikan kebahagiaan yang tiada taranya.


Untuk itu masihkah kita memilih tidak beraktivitas untuk kesehatan tubuh kita?

Selasa, 12 Januari 2016

KENAPA MESTI BEREBUT JABATAN

Menjelang akhit tahun 2015, panggung politik dan publik di negara kita disuguhi beberapa aksi mundurnya pejabat publik. Diawali dengan mundurnya Sigit P Pramudito dari jabatan DIrjen Pajak, karena merasa tidak mampu mencapai angka target penerimaan, kemudian mundurnya Djoko Sasono yang mundur dari Dirjen Perhubungan Darat yang merasa tidak mampu menyelesaikan macet liburan akhir tahun. Ada pula Setya Novanto, yang akhirnya mundur setelah desakan untuk mundur dari jabatan Ketua DPR cukup gencar terkait dengan kasus papa minta saham. Pekan kedua bulan Januari tahun 2016 ini pun sudah diramaikan lagi dengan diminta mundurnya Fahri Hamzah dari Wakil Ketua DPR oleh partainya.

Kayaknya kata mundur sedang menjadi trending topik akhir-akhir ini. Kata mundur tergolong kosakata yang sudah cukup lama, bahkan mungkin sejak  Bahasa Indonesia ada. Mundur dapat diartikan sebagai bergerak ke belakang. Dalam kontek jabatan mundur berarti melepaskan jabatan yang diberikan dan  menyerahkannya kepada yang pejabat yang memberikannya.

Kata mundur sebenarnya mempuyai makna yang satu dan sama sepanjang waktu. Namun perilaku mundur yang mengalami perubahan seiring dengan berubahnya waktu dan zaman. Dulu, bisa sebuah perbuatan kalau dilakukan akan dinilai sebagai sebuah tindakan yang hina, namun sekarang bisa berbalik berubah 180 derajat menjadi mulia. Dulu sebuah tindakan mungkin dicela, namun zaman sekarang bisa saja di puja-puja. Hal ini disebabkan sebuah perilaku biasanya dinilai tidak hanya karena perilaku itu sendiri, tapi ada latar belakang sosial  dan kultur yang menjadikan penilaian itu berubah.

Begitu pula fenomena mundur yang dilakukan oleh pejabat saat ini. Perilaku mundur pada era kekinian akan mempunyai nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan perilaku mundur pada zaman dulu. Pada zaman perjuangan dan kemerdekaan,  mundur adalah sebuah perilaku hina dan tercela. Maka kita kenal, para pendahulu kita mempunyia semboyan maju terus pantang mundur. Semboyan tersebut menunjukkan karakter heroic seseorang. Ketika kecenderungan orang mementingkan nyawa dan keluarganya, maka perilaku untuk maju dan berjuang mengambil peran dalam perjuangan adalah pilihan yang mulia. Sebaliknya orang tidak mau berjuang cenderung mementingkan dirinya sendiri, mencari selamat agar  bisa tidur enak maka ia harus siap-siap untuk dicap sebagai manusia hina. Ketika seseorang diberikan amanah ikut dalam perjuangan namun dia lebih memilih mundur maka mundurnya dianggap sebagai pecundang dan tercatat sebagai noda kotor dalam sejarah.

Kata mundur untuk saat ini mempunyai nilai yang cukup mendalam. Kondisi dan keadaanlah  yang membuat mundur mempunyai nilai yang mulia. Kemuliaan dari kata mundur bukan dari makna kata itu sendiri tapi adalah ketika tindakan tersebut dilakukan oleh seorang yang diberikan amanah untuk mengemban tugas. Ketika orang menganggap jabatan adalah sebuah pesona dengan segala marwah dan puja-pujanya, maka keberanian segelintir orang untuk mundur dari jabatan profesionalnya karena merasa gagal akan menjadi mereka sebuah pesona di mata masyarakat.

Zaman telah mengubah makna jabatan. Sekarang jabatan dipahami sebagai pintu untuk pembuka semua fasilitas dan kesenangan. Manusia berlomba-loma untuk mendapatkannya karena mereka mengejar popularitas dan kesenangan. Prinsip inilah yang kemudian memunculkan sebuah ‘teori baru’ tetang jabatan, bahwa jabatan itu harus dikejar, dimiliki dan dipertahankan dengan segala cara.

Kalau kita kembalikan kepada makna yang benar tentang jabatan, maka ketika seseorang memiliki jabatan harus punya relevansi dengan tugas dan amanah serta kemampuan untuk dapat mengembannya. Orang yang berhak atas satu jabatan adalah orang yang mampu mengemban dan mempertanggungjawabkan tugas jabatan tersebut  Oleh karena itu jabatan itu tidak untuk diminta dan dikejar kecuali kita sangat yakin dengannya bahwa kita mampu mewujudkan semua tugas yang harus dihadirkan oleh  eorang pejabat.

Ketika sebuah jabatan hadir dan menawar diri kita sedangkan kita tidak relevan dengan jabatan dan kedudukan itu maka sewajarnya kita menolaknya. Penolakan tersebut menjadi sesuatu yang patut dilakukan karena ketika jabatan diambil maka bukannya keberhasilan yang akan diraih tetapi sebuah kegagalan karena secara kemampuan tidak sanggup untuk mengemban.  Pada kondisi tersebut maka jabatan itu menjadi tidak penting bahkan layak ditolak. 

Ketika kita berada diantara manusia-manusia lain dan kita memahami nilai sebuah jabatan, maka sebenarnya tidak ada  kelebihan antara kita kecuali orang yang mengemban sebuah jabatan, dialah yang paling berat diantara mereka.  Maka sudah sewajarnyanya, apabila ada manusia yang merasa pantas menyandang jabatan dan kekuasaan, tugas utama mereka adalah menunjukkan dengan nyata tugas dan solusi mana yang telah dapat dia hadirkan dengan jabatan dan kekuasaan tersebut. Kembalikan saja tentang  semua jabatan itu pada subtansinya yaitu bahwa jabatan itu adalah beban yang akan menjadi penyesalan di akhirat kecuali yang bisa menunaikan dengan prima.

Selasa, 05 Januari 2016

BAU TAPI ADA HIKMAHNYA

Pagi di hari Senin, yang seharusnya mempunyai semangat baru untuk bekerja ternyata saya menghadapi sesuatu yang merusak mood. Begitu masuk ruang kerja, saya mencium aroma yang tidak enak, lebih tepatnya bau. Bau tersebut muncul di sekitar meja kerja. Belum jelas betul, sebenarnya itu bau apa. Kalau diilustrasikan, bau ini mirip bau bangkai, agak asam dan sedikit amisnya. Berdasarkan pengalaman selama ini dalam hal bau membau biasanya bau seperti ini adalah  bau kotoran hewan, lebih tepatnya kotoran tikus. Kenapa saya berpikir itu tikus? Karena hewan inilah yang layak muncul di ruangan kantor. Walaupun tidak kasat mata, bau ini begitu sangat mengganggu aktivitas saya di pagi itu. Akhirnya saya putuskan untuk mencari sumber bau tadi.

Pagi itu praktis aktivitas saya adalah mencari sumber bau. Saya berpikir, untuk menghilangkan bau tersebut, saya harus menemukan sumbernya dan segera menyingkirkannya. Semua laci saya buka, ruangan kecil di bawah meja, belakang lemari dan rak saya intip, dan celah-celah yang ada saya coba lihat, namun sampai dengan sore hari sumber bau belum saya temukan. Bahkan sambil beraktivitas hari itu, saya sekalian sambil mencari sumber bau, kali-kali saja ketemu.

Singkat cerita saya putus asa, dan berpikir udahlah biarin saja, toh nanti bau tersebut akan hilang sendirinya apabila zat kimia yang mengeluarkan bau tersebut hilang.

Seperti biasa aktivitas pulang kantor adalah shalat maghrib berjamaah di masjid samping kantor, kemudian berjalan kaki menuju kos. Sesampai di kos, begitu memasuki ruang tamu, mendadak bau yang tercium di ruang kerja kantor tadi tecium. Saya pun curiga. Dengan gaya mengendus laksana anjing pelacak, akhirnya saya temukan bahwa bau tadi berasal dari alas sepatu sandal yang saya pakai. Ternyata bau tadi melekat pada barang yang saya pakai.

Terkadang kita sudah memvonis apabila ada sesuatu yang tidak beres itu berasal dari luar diri kita. Jarang kita melihat sisi diri kita. Yang ada adalah selalu menyalahkan pihak lain, padahal belum tentu, bisa saja kesalahan itu ada di pihak kita. Ketika menghadapi sebuah persoalan, terkadang kita sudah melihatnya bahwa penyebabnya adalah orang lain. Mungkin itulah hikmah yang bisa saya ambil dari kotoran yang sebenarnya menempel pada sepatu sandal yang saya pakai, tapi saya mencarinya di tempat lain, seolah-seolah saya sudah memvonis bahwa sumber bau tadi adalah bukan dari diri saya.

Ternyata kotoran sepatu sandal tadi mengingatkanku akan sebuah hikmah.