Selasa, 31 Mei 2011

Melatih Kemandirian Anak

Beberapa waktu yang lalu, anak lelaki saya yang duduk di kelas 5 SD minta agar dibelikan handphone yang bermodel QWERTY. Bukan tanpa alasan, dia menceritakan bagaimana teman-teman sebayanya di sekolah, telah mempunyai handphone. Dengan bangganya mereka selalu membagi-bagi nomor handphone yang dimilikinya kepada teman-teman lainnya. Belum lagi fasilitas game, video, kamera yang merupakan bawaan handphone dapat dimainkan setiap kali mereka ingin. Hmm..anak mana yang tidak pengin seperti itu. Menanggapi permintaan anak, saya kemudian saya berpikir, apakah memang anak seusia dia sudah memerlukan handphone dengan tipe smartphone?

Di sekitar kita, anak SD menggunakan smartphone, sejenis Blackberry atau merk yang lain, bukanlah pemandangan yang langka. Bahkan kita juga sering melihat anak usia SMP sudah membawa mobil ketika berangkat ke sekolah. Barangkali juga sering anak kita merengek, “ Yah, yuk kita makan di luar, di restoran anu.” Padahal makanan sudah siap tersaji di rumah. Pola hidup konsumtif sudah menjadi barang biasa di sekitar kita. Orang tua dengan alasan kasih sayang kepada anak dan didukung kemampuan ekonomi untuk memenuhi, sering menuruti apa yang dimaui oleh anak-anaknya. Hal itu menurut saya hal tersebut tidak salah, karena anak adalah buah hati, buat apa bekerja mencari uang kalau bukan untuk membahagiakan buah hatinya. Kesalahan dari sikap seperti itu adalah seringnya tidak memperhatikan mana yang merupakan kebutuhan dan mana yang merupakan keinginan.

Kebiasaan menuruti apa yang menjadi keinginan anak, apabila dibiarkan dan tidak terkontrol, akan menjadi panyakit yang akan merusak jiwa anak-anak, karena anak akan terbiasa terpenuhi apa yang menjadi keinginannya. Pemberian fasilitas untuk memenuhi semua permintaan anak akan membentuk karakter konsumtif, karena secara tidak langsung orang tua akan membentuk karakater tersebut. Pada awalnya, hal tersebut hanya akan menjadikan anak menjadi manja, tidak mandiri dan cenderung egois di hadapan teman-temannya. Ketika karakter yang yang terbentuk pada diri anak tersebut akan mengikut sampai usia dewasa, maka disinilah letak bahayanya. Apabila di masa yang akan di datang, orang tuanya jatuh misikn atau sudah tidak bisa memenuhi keinginan dan kebutuhannya, maka anak dengan karakter konsumtif dan manja tadi akan sangat merasakan dampaknya. Sebuah survey yang pernah saya baca, 80% eksekutif muda dengan penghasilan paling rendah Rp. 15 juta terancam misksin pada masa tuanya, karena gaya hidup yang hanya menuruti gengsi demi status sosial, dengan menghambur-hamburkan uang hanya untuk menuruti keinginannya.

Seorang psikolog dalam sebuha artikel mengatakan, sebenarya hal tersebut dapat diantisipasi dengan menanamkan pola pikir bahwa memenuhi kebutuhan anak itu adalah penting namun harus didasarkan pada alasan kebutuhan, bukan karena keinginan anak, gengsi terhadap anak lainnya atau hanya sekedar menuruti kemauan anak. Orang tua harus secara bijak bisa menanamkan pola pikir kepada anak, bahwa pada waktu yang akan datang dia harus mandiri dan orang tua tidak bisa memberikan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Orang tua perlu berbicara dengan bahasa yang mudah dan sederhana kepada anaknya dalam menyampaikan hal tersebut dan dibarengi dengan sikap selektif dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan anak.

Mengajarkan sejak dini kepada anak tentang bagaimana membedakan antara kebutuhan dan keinginan juga harus dilakukan. Orang tua harus mampu menjelaskan tentang kebutuhan apa yang sesuai dan manfaat apa yang dapat diperoleh. Mengajarkan untuk berperilaku hemat atas uang yang dimiliki perlu juga ditanamkan kepada anak, walaupun mungkin jumlah uang yang dimilikinya hanya sedikit. Dengan kebiasaaan sepert ini, anak akan mempunyai karakter yang mandiri dan tidak bergaya hidup konsumtif, dan tentunya merupakan bekal yang penting di masa yang akan datang.

Kemudian kembali ke pertanyaan awal, perlukah anak SD dibelikan smartphone atau minimal handphone QWERTY?

Selasa, 24 Mei 2011

Arti Sebuah Konsekuensi

Beberapa hari ini, pemberitaan tentang tentang kasus korupsi di negara kita memasuki waktu-waktu yang sangat krusial. Beberapa kasus korupsi yang akan maupun sedang diungkap mulai menyentuh orang-orang yang cukup penting sebuah partai, maupun pejabat publik.

Setelah sekian lama KPK tidak bisa menentukan status hukum salah seorang sosialita dalam penanganan kasus korupsi cek pelawat yang menyeret beberapa anggota dan mantan anggota DPR, akhirnya KPK punya keberanian menetapkan sosialita tersebut, yang juga salah seorang istri mantan pejabat penting, sebagai tersangka pemberi suap. Kasus yang saat ini sedang hangat juga adalah kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Sea Games, yang konon katanya melibatkan bendahara umum partai yang sedang berkuasa di negeri ini. Belum lagi pemberitaan tentang korupsi Wisma Atlet reda, sang bendahara dihadapakan pada dugaan kasus suap terhadap Mahkamah Konstusi senilai hampir Rp. 1 Milyar. Dua contoh kasus yang melibatkan seorang sosialita dan seorang pengusaha kaya.

Dari dulu, pertanyaan yang membuat saya heran adalah kenapa mereka yang menjadi tersangka sebuah kasus korupsi , mau-maunya melakukan perbuatan yang sangat rendah tersebut. Apalagi apabila dicermati, hampir semua kasus korupsi yang terjadi di negeri ini melibatkan orang-orang yang secara ekonomi mapan bahkan berkelebihan. Secara ekonomi, hidup sudah nikmat; kebutuhan sudah bukan merupakan barang yang mahal lagi; relasi sudah tidak terbilang dari yang golongan strata rendah maupun strata tinggi. Apa sebabnya mereka mau melakukan sebuah tindakan yang nantinya akan merugikan dirinya sendiri? Apakah mereka tidak membayangkan sebuah hunian penjara yang tidak nyaman akan menyambut mereka? Apakah mereka tidak membayangkan nasib keluarganya akibat sanksi sosial? Yang jelas, saya masih saja terheran-heran sampai dengan saat ini.

Yang bisa sedikit menjawab keheranan saya adalah adanya sebuah teori tentang perbuatan, yaitu teori utilitas. Menurut teori ini, manusia akan melakukan sebuah tindakan pastinya melalui sebuah perhitungan tentang manfaat yang didapat dan biaya yang akan dilkeluarkan. Tindakan akan dilakukan apabila ternyata keuntungan jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

Para koruptor melakukan tindakan tersebut karena ada sebuah keuntungan yang akan dia dapatkan. Yang jelas mereka sudah melakukan analisis untung rugi, walaupun mungkin menurut perhitungan orang awam seperti saya, perhitungan untung rugi yang dilakukan mereka tidak masuk dalam logika perhitungan saya. Mereka tentunya akan melakukan perenungan masak-masak sebelum perbuatan itu dilakukan, dan hasil perhitungan dia, mungkin resiko terungkapnya sangatlah kecil, dan keuntungan yang akan didapatkan sudah tampak di depan mata.

Dalam sebuah analisis untung rugi, resiko adalah masuk dalam kategori biaya (rugi). Terkadang dalam menentukan berapa keugian yang mungkin akan didapatkan, manusia sering hanya menghitung dengan satuan yang setara dengan perhitungan keuantungan. Ada satu sisi resiko yang sering dilupakan manusia dalam perhitungan rugi tersebut. Sisi tersebut adalah sebuah konsekuensi. Ketika seseorang melakukan perbuatan asusila dengan seseorang lainnya dalam suatu ruangan yang tersembunyi, sudah digelapkan dan di luar jam kantor, resiko untuk ketahuannya tentulah amat kecil. Namun di sisi resiko yang sangat kecil tersebut, ada suatu sisi konsekuensi yang luar biasa besar, apabila perbuatan tersebut diketahui oleh orang lain, misalnya dikucilkan dari pergaulan teman satu kantor ataupun mungkin bahkan keduanya akan diberhentikan dengan tidak hormat oleh perusahaan tersebut. Perhitungan resiko seorang koruptor, mungkin hanyalah sebatas jumlah bulan berada di penjara saja. Ada satu sisi konsekuensi dari hukuman tersebut yang tidak terbayang sebelumnya sehingga tidak masuk dalam perhitungannya, antara lain sanksi sosial buat keluarganya dan masa depan yang tidak senyaman seandainya gelar koruptor tidak disematkan.

Hukum Tuhan di dunia ini memang sudah adil, sebuah perbuatan yang baik akan menghasilkan sebuah kebaikan juga. Dan sebaliknya sebuah kejahatan yang menghasilkan sebuah resiko dan konseksuni keburukan yang akan menimpa si pelaku kehajatan tersebut. Ada sebuah teori tentang konsekuensi yang pernah saya baca. Teori ini membahas beberapa premis yang terkait sdengan sebuah konsekuensi.

Yang pertama adalah perbuatan apapun di dunia ini pasti mengandung sebuah konsekuensi tertentu. Apakah itu perbuatan dalam skala besar atau perbuatan dalam skala yang sangat kecil, semuanya akan mengandung sebuah konsekuensi. Sebuah tindakan kebaikan ataupun kemaksiatan dilakukan manusia walaupun hanya sebesar biji atom akan mempunyai sebuah konsekuensi. Kita bersin, kita mencuri, kita berbohong, kita tidak serius, semua pasti ada konsekuensinya. Itulah yang disebut dengan sunatullah, sebuah ketentuan Allah.

Yang kedua adalah bahwa konsekuensi dari sebuah perbuatan dikendalikan oleh hukum alam. Manusia mengira bahwa semua perhitungan untung rugi yang telah dia lakukan sebelum memutuskan suatu perbuatan, akan berjalan sesuai dengan skenario dia. Ia mengira bahwa resiko dan konsekuensi itu bisa diatur dan dikendalikannya. Ia menduga bahwa konsekuensi itu bisa dihilangkan dengan berbagai cara dengan meminimalkan resiko.

Konsekuensi bukan diatur oleh manusia. Konsekuensi akan mengikuti sunatullah atau hukum alam. Sepandai-pandainya Gayus menutupi perbuatan busuknya, akhirnya ada suatu ketentuan yang berada di luar kendalinya yang kemudian membuka aibnya. Hukum alam itu kemudian menjadikannya sebagai seorang pesakitan seperti saat ini. Seorang pengendara sepeda motor, seandainya tahu bahwa masuk dalam jalur bus way mempunyai resiko tertabrak dan bisa berujung kematian dan ia memahaminya dengan sungguh-sungguh, tentunya dia tidak akan masuk dalam jalur tersebut. Prinsipnya manusia bisa saja menghitung untung dan rugi dari perbuatannya, tapi Tuhanlah yang akan mengatur semuanya.

Yang ketiga adalah adalah terdapat jeda antara perbuatan dan konsekuensi yang akan diterima. Inilah yang disebut dengan time of response. Konsekuensi tidak serta merta datang segera setelah perbuatan dilakukan. Jeda inilah yang sering membuat orang mengira bahwa apa yang dia lakukan aman-aman saja, seolah-olah mereka tidak akan mendapatkan kerugian dari perbuatan tersebut. Jangka waktu antara perbuatan dan konsekuensi berbeda-beda. Mungkin saja seorang yang berselingkuh akan tetap disayang istri atau suaminya, mungkin saja seorang koruptor akan menjadi seorang manusia yang terhormat di masyarakat, mungkin saja pembohong masih akan dipercaya, tapi semua itu adalah soal waktu saja. Seperti sebuah pepatah sepandai-pandai tupai melompat akhirnya dia akan jatuh juga. Adanya time of response inilah yang sering membuat manusia lengah, merasa nikmat, terbuai, merasa aman, sehingga menimbulkan efek ketagihan untuk melakukan yang serba lebih lagi, hingga suatu saat dia akan terpeleset dan diungkap semua kemaksiatannya. Barulah saat itu dia melakukan penyesalan.

Yang terpenting adalah marilah kita sadar, bahwa ada kekuatan Tuhan yang akan mengatur semua perbuatan yang kita lakukan. Serumit apapun, sedetail apapun perhitungan kita atas suatu perbuatan yang kita lakukan, pastilah ada satu sisi yang akan berjalan sesuai dengan hukum alam. Konsekuensi adalah rahasia Ilaahi, musykil apabila manusia berusaha mengakalinya, karena sama saja dia berusaha mengakali Tuhannya.

Kamis, 19 Mei 2011

Kemanakah Mencari Bahagia..?

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa.......maka jangan melihat milik orang lain karena itu bukan kepunyaan kita agar kita tetap selalu bahagia.

Itulah status yang tertulis pada account gtalk istri saya. Membaca tulisan tersebut perasaan saya mendadak menjadi tidak enak. Sebuah pertanyaan kemudian muncul dalam pikiran saya, penasaran saja. “Apakah ada sesuatu, apakah ada permintaan istri tidak saya turuti sehingga dia menampilkan kekecewaaannya dalam sebuah status gtalk.” Untuk mengobati penasaran saya, kemudian saya coba konfirmasi ke istri saya, tapi ternyata jawabannya “tidak”. Mendengar jawaban tadi, saya kemudian malah berpikir, “Wah, kayaknya status gtalk tadi malah menyindir aku, jangan-jangan istriku mempunyai parasangka bahwa aku memendam sebuah keinginan yang sebenarnya tidak pantas untuk dipengini.”

Kita tinggalkan kalimat tadi. Apapun alasan istri memajang kalimat tersebut, apabila dipikirkan, apa yang ditulis istri saya itu memang benar.

Ketika kita melihat seorang petani berada di tengah sawah, duduk di pematang sawah yang basah, sedang beristirahat sembari menikmati dengan lahap sepiring nasi dan segelas teh panas manis yang dibuatkan istrinya, maka yang terbayang kita adalah betapa nikmatnya mereka. Apalagi ketika kemudian dia menghisap rokok hasil buatannya sendiri, dan menghembuskan asapnya pelan-pelan, maka terbayang alangkah bahagianya hidup mereka, seolah tiada beban kehidupan yang dipikulnya. Alangkah bahagianya apabila kita bisa merasakan sebuah kebahagiaan seperti mereka.

Seorang pengemis hidup di kolong jembatan dengan segala keterbatasannya, tanpa alas tidur, tanpa atap rumah dan tanpa pakaian yang layak. Ketika melintas sebuah mobil mewah, tentu mereka akan berpikir, alangkah nikmatnya pemilik mobil itu. Dia mempunyai mobil mewah, rumah besar dengan fasilitas lengkap, kehidupan yang berkecukupan. Pastilah dia mempunyai keluarga yang bahagia, istri yang sangat menyayangi, anak-anak yang menyenangkan. Betapa bahagianya apabila aku menjadi seperti dia, begitulah lamunannya.

Ketika melihat seorang wanita yang berwajah cantik, berparas ayu, berbadan bak bidadari, maka seorang lelaki terkadang berpikir alangkah bahagianya lekaki yang memiliki istri wanita itu. Pastilah dia akan selalu lengket dan memanjakan istrinya; dia akan selalu berdekat-dekatan dengan istrinya; pastilah si suami itu akan sangat betah untuk bercengkerama dengan istrinya. Alangkah bahagianya seandainya aku mempunyai istri wanita itu, pikir lelaki itu. Begitu pula sebaliknya sebagian wanita yang sudah berkeluarga ketika melihat seorang lelaki yang tampan, pasti akan berpikir, alangkah bahagianya hidup ini bila punya pendamping seperti dia.

Seorang pegawai rendahan ketika melihat pimpinannya, akan berpikir alangkah nikmatnya menjadi bos. Mudahnya mereka bekerja hanya dengan memberikan perintah, betapa nikmatnya dia mempunyai gaji yang jauh lebih besar. Alangkah gampangnya seandainya mereka menginginkan sesuatu tinggal ambil uang dan membelinya. Lain dengan aku yang harus mengekang keinginan karena keterbatasan uang. Seandainya saja aku menjadi seperti dia, begitulah pikir si pegawai tadi, pastilah aku akan membahagiakan keluargaku.

Sebaliknya, ketika si pimpinan melihat pegawainya, dia akan berpikir, begitu bahagianya para buruh itu. Mereka bekerja seolah tanpa beban. Mereka bekerja tanpa harus membuat pertanggungjawaban yang rumit, tinggal melaksanakan perintah. Mereka selalu bekerja dengan diiringi tawa, kelakar dan canda sesama buruh. Begitu menikmatinya mereka. Seandainya aku seperti dia, begitulah pikir si bos tadi.

Begitulah kehidupan berjalan. Seseorang akan selalau membuat pangandaian, berkhayal, memimpikan sesuatu yang tidak bisa dialaminya saat ini. Melihat seseorang mempunyai istri cantik atau suami tampan, maka ia akan membayangkan betapa bahagianya mempunyai istri yang cantik atau suami yang tampan. Melihat seseorang begitu nikmatnya melakoni pekerjaaanya dengan kelakar dan tampak nyaman, ia akan berkhayal, andaikata aku bisa seperti itu ….. “Andai saja aku bisa seperti dia, betapa bahagianya….”

Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Ia mengkhayalkan sesuatu yang bukan dirinya. Ia membayangkan posisi yang bukan haknya. Ia terus dikejar keinginan yang tidak pernah terlaksana. Ia mengejar kebahagiaan seperti yang ia lihat pada orang lain. Ia mencari kebahagiaan sebagaimana ia saksikan pada banyak kalangan manusia.

Kalau semua manusia seperti tu maka dia tidak akan menemukan arti kebahgaian itu sendiri. Mereka akan kesulitan untuk menemukan definisi kata bahagia. Karena mereka akan mengartikan bahagia itu berdasarkan apa yang mereka lihat, rasakan, bayangkan pada diri orang lain. Selama orang masih merasakan kebahagiaan dengan berstandarkan pada orang lain, sampai kapan pun dia tidak akan merasa bahagia. Merek akan kesulitan memberikan makna bahagia karena dia sendiri belum bisa merasakan kebahagiaan.

Mengutip kalimat dalam tulisan Pak Cah, untuk dapat merasakan kebahagiaan, manusia harus masuk ke dalam dirinya sendiri, dan menemukan kebahagiaan di dalam dirinya sendiri. Harusnya ia selalu menikmati semua yang ada. Merasakan kasih sayang Tuhan dalam setiap kejadian yang menimpanya. Menghayati kehidupan dari semua pemberian Tuhan yang didapatkan setiap hari. Sedikit atau banyak, itu tinggal cara kita menghitungnya.

Kebahagaian bukan berada dalam sebuah mobil mewah, istri cantik, suami tampan, rumah mewah. Tapi kebahagiaan adalah adalah sebuah perasaan yang ditimbulkan dari bagaimana kita bisa merasakan nikmat yang ada dalam diri kita.

Mobil, rumah mewah, pakaian adalah pelengkap kehidupan, kecantikan dan ketampanan adalah sebuah hiasan saja, jabatan adalah suatu titipan saja dalam kehidupan ini. Mereka tidak akan membuat kita menjadi bahagia apabila kebahagiaan disandarkan pada hal-hal tersebut, karena memang letak bahagia bukan dalam barang dan atribut tadi.

Kebahagiaan hanya bisa dimunculkan dari dalam diri kita. Bahagia itu letaknya di dalam jiwa, bukan pada hal-hal yang menjadi penghias kehidupan. Bahagia tidak bisa disamakan gemerlapnya sebuah kehidupan, karena bahagia adalah sesuatu yang abstrak dan hanya bisa diukur dengan dengan jiwa yang nrimo dan pikiran yang selalu dipenuhi husnudzon kepada Sang Pencipta.

Apabila kita belum mendapatkan kebahagiaan, maka carilah kebahagiaan dengan menyelam ke dalam jiwa kita sendiri. Bukan dengan mengkhayalkan hak orang lain yang tidak kita miliki. Jika anda terus mencari-cari kebahagiaan kepada benda-benda, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia. Jika anda terus menerus mencari kebahagiaan kepada atribut-atribut, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia.

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Benda-benda, atribut-atribut, asesoris-asesoris, itu hanya hiasan saja. Sama dengan hiasan lainnya. Karena bahagia itu letaknya di dalam jiwa.......maka jangan melihat milik orang lain karena itu bukan kepunyaan kita agar kita tetap selalu bahagia. Marilah kita segera temukan bahagia dalam hidup ini apapun kondisi hidup kita saat ini.



(semoga bermanfaat...saya sangat senang apabila pembaca berkenan memberikan komentar untuk perbaikan...)

Sabtu, 14 Mei 2011

Catatan Kecil tentang Lagu

Kata orang, di zaman sekarang, manusia dan musik adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan. Ibarat satu keping mata uang, sisi yang satu selalu akan disertai dengan sisi yang lainnya. Tanpa alunan musik dan untaian syair-syair lagu, manusia ibarat berjalan dalam sebuah padang yang gersang dan tandus. Seperti sebuah sayur tanpa garam. Ibarat minum kopi tanpa gula. Terasa pahit dan tidak menimbulkan selera. Bahkan secara ekstrim ada yang mengatakan, seperti kehidupan tanpa air, suatu perjalanan tanpa masa depan.

Banyak orang berpendapat, bahwa hidup ini kan terasa berwarna apabila lagu dan musik menjadi bagiannya. Suasana sedih akan berubah dengan sendiri menjadi gembira dengan alunan tembang. Suasana stress akan menjadi lega dengan sebuah dendangan yang menghibur. Suasana gembira akan menjadi kian ceria dengan lagu yang riang. Bahkan rasa takut akan dapat dilawan dengan sebuah mars yang menggelora. Dengan kata lain, musik dan lagu dapat digubah dan dinyanyikan untuk segala suasana.

Tidak kita pungkiri bahwa lagu adalah hiburan yang sangat ampuh untuk mengobati setiap duka. Lagu bisa menjadi penggugah inspirasi bagi pendengarnya. Lagu-lagu yang dikumandangkan oleh Ulli Sugar Rusadi akan menjadi inspirasi untuk mencintai alam ini dengan semestinya. Lagu juga bisa menjadi alat kritik bagi penguasa yang sudah kebal dengan unjuk rasa yang biasa. Kita bisa lihat kritik dan sindiran Iwan Fals dalam lagu-lagunya. Lagu juga bisa menjadi sarana untuk mendekatkan cinta kita pada sesama bahkan kepada orang yang terdekat dengan kita. Banyak lagu yang bertemakan tentang ibu atau bunda. Lagu-lagu tersebut dipastikan akan berisi syair-syair pujian untuk bunda, syair yang mengingatkan betapa besar jasanya pada anaknya.

Berdendang dan bernyanyi bahkan sudah merupakan proses dari pendidkan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Kasih sayang ibunda sudah diberikan kepada anaknya ketika masih dalam kandungan dengan memberikan alunan musik yang lembut. Dengan memperdengarkan lagu-lagu gubahan Mozart pada bayi yang dikandungnya, sang ibu berharap anaknya akan mendapatkan rasa kasih sayang yang cukup, bisa meningkatkan kecerdasan anak dan tentunya setelah anaknya lahir menjadi anak yang cerdas dengan masa depan yang cerah.

Namun apakah semuanya itu benar. Apakah lagu dapat memberikan memberikan kesembuhan pada seseorang yang sedang sakit? Apakah lagu dapat memberikan kecerdasan dan kelembutan pada bayi yang ada dalam kandungan? Apakah lagu dapat meningkatkan semangat untuk meningkatkan kehidupan? Apakah lagu dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi? Jawabannya tidak semuanya benar, bahkan mungkin ada lagu yang memberikan pengaruh jelek terhadap kejiwaan seseorang. Kadang ada syair lagu yang memberikan pengaruh pendengarnya menjadi cengeng, atau lagu juga bisa menjadikan pendengarnya menjadi beringas.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh John Hughes, seorang neurolog dan musikolog dari Medical Centre University, memberikan simpulan bahwa ada dua jenis lagu atau musik yang memberikan pengaruh baik terhadap otak dan kejiwaan seseorang. Yaitu lagu yang merangsang rohani dan lagu-lagu yang bernuansa keindahan.

Lagu yang merangsang rohani adalah lagu-lagu yang bisa membangkitkan pendengarnya untuk lebih dekat dengan penciptanya. Lagu jenis ini bisa mengingatkan manusia bahwa ada sebuah kekuasaan yang maha tingggi, yang dengan mudahnya dapat menggerakakn manusia sesuai dengan keinginaan-Nya. Lagu inilah yang bisa memdorong pendengarnya untuk lebih banyak melakukan aktivitas sptiritual dalam hubungannya dengan Tuhannya. Manusia akan terpacu untuk meningkatkan amal kesholehannya, karena lagu tersebut mengingatkan adanya sebuah kehidupan lain yang lebih kekal dan lebih indah. Lagu-lagu ini yang mampu merangsang rohani seseorang dan secara tidak langsung akan membangkitkan semangat manusia untk mengisi kehidupan dengan aktivitas positf dan mempunyai nilai dihadapan Tuhannya.

Selain itu, lagu yang mempunyai pengaruh baik terhadap kejiwaan manusia adalah lagu-lagu yang bernuansa keindahan. Lagu-lagu yang dapat mengingtakan akan pada indahnya alam, lagu-lagu yang dapat mengingatkan manusia akan indahnya persaudaraan dan persahabatan. Begitu pula lagu-lagu yang bercerita tentang kemuliaan dan jasa seseorang. Semua lagu yang bersyairkan tentang keindahan akan memberikan energi positif ke dalam diri manusia agar dia mencintai dan melakukan suatu perbuatan yang indah. Lagu-lagu dalam kriteria ini juga dapat meluluhkan kerasnya jiwa seseorang, karena mengandung pesan tentang indahnya rendah hati. Lagu ini dapat menghilangkan sifat kikir karena syair lagu ini berpesan tentang indahnya berbagi.

Tinggal kita mau pilih lagu yang mana???

Doa Indah untuk Sebuah Rezeki

Berdoa adalah hak dan sekaligus kewajiban setiap manusia. Dalam doa banyak sekali permintaan yang diucapkan manusia. Ada yang minta diberikan keselamatan, jodoh, kesehatan, dan salah satunya yang sangat populer adalah doa minta rezeki. Rezeki adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia.
Terkadang manusia sangat pragmatis dalam doanya. Tanpa basa basi, mereka langsung saja mengucapkan permintaan secara straight to the point. Terkadang kalimatnya pun singkat, padat dan tanpa pilihan kata yang membuat kalimat doa menjadi indah. Kita tahu bahwa doa adalah sebuah permintaan. Sebuah permintaan seharusnya diungkapkan dengan bahasa yang indah, sehingga Allah terrayu dan akhirnya dengan ringannya akan memberikan apa yang diminta. Allah itu maha Indah dan akan sangat menyukai hal-hal indah.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Cahyadi Takariawan (biasa di panggil Pak Cah), saya menemukan sebuah doa tentang permintaan rezeki yang indah.Konon doa ini dipanjatkan seorang shalih kepada Allah, dengan suasana khusyu penuh ketundukan dan pengharapan pada waktu di ujung malam, menjelang Subuh. Beginilah munajat ke haribaanNya.

“Ya Allah, limpahkanlah kepadaku rejeki yang halal, thayyib, barakah, banyak dan mencukupi. Bukan rejeki yang haram dan syubhat. Bukan rejeki yang menjauhkanku dari kebaikan. Namun juga bukan rejeki yang sedikit, yang tidak mencukupi keperluan hidupku. Limpahkan rejeki yang banyak, yang membuatku bisa mencukupi semua keperluan hidupku dan keluargaku. Yang membuatku bisa memberikan bantuan kepada siapapun yang memerlukan….”
“Ya Allah, aku takut jika Engkau memberikan rejeki sedikit kepadaku, membuat aku meminta-minta kepada hambaMu untuk mencukupi keperluan hidupku. Jika aku meminta-minta kepada hambaMu, aku takut akan memuji-muji mereka yang memberiku, dan akan membenci mereka yang tidak mau memberiku. Jika seperti itu keadaanku, niscaya aku menjadi orang yang tidak berlaku adil…”
“Ya Allah, jauhkan aku dari meminta-minta kecukupan rejeki kepada hambaMu. Cukupkan aku dengan rejeki yang Engkau limpahkan kepadaku…..”

Doa ini membumbung tinggi menembus langit…..
Konon, dia orang shalih pertama yang mengucapkan doa seperti ini. Mungkin saja kita mengikutnya……Semoga Allah mendengar doa kita dan mengabulkan harapan-harapan kita.

Rabu, 11 Mei 2011

Tinggalkan Egois dalam Doa Kita

Alkisah ada dua orang yang terdampar sebuah pulau terpencil di tengah lautan. Salah satu dari kedua orang tersebut mempunyai sifat yang kurang terpuji, yaitu egois. Melihat dirinya terdampar di sebuah pulau, bukannya ia kemudian mengajak orang satunya tadi untuk bersama-sama memikirkan cara mereka bertahan di pulau tersebut, si egois tadi malah membagi pulau tadi menjadi 2 bagian, dan minta agar masing-masing dari mereka menempati bagian yang sudah dibagi tadi. Setelah itu keduanya hidup terpisah di wilayahnya sendiri-sendiri.

Waktu-waktu berikutnya, si egois dengan sekuat tenaga selalu berdoa. Inti doanya adalah agar bagian pulau yang menjadi wilayahnya ditumbuhi pepohonan dan hewan yang bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dengan tidak kenal lelah dia memohon terus menerus, dan akhirnya padalah satu waktu dikabulkan semua permintaannya. Hampir semua tanah diwilayahnya ditumbuhi pepohonan untuk keperluan hidupnya dan muncul hewan-hewan piaraan. Hampir semua buah dan biji-bijian dapat ia petik dan ia nikmati setiap hari.

Pada suatu hari ia berjalan-jalan ke wilayah yang menjadi bagian dari orang yang satunya lagi tadi, dan dia melihat orang tersebut sangat kurus dan compang-camping. Ia melihat tiada satu pohon pun tumbuh. Si orang tersebut hanya mengandalkan ikan yang ia tangkap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melihat kondisi tersebut, si egois tadi berpikir dengan sombong,” Ternyata Tuhan hanya mendengarkan doaku, doa dia ternyata tidak dikabulkan”. Bukannya menolong si orang tadi, si egois malah pergi begitu saja meninggalkannya.

Suatu hari tibalah pesawat tim penolong untuk mengevakuasi keduanya dari pulau tersebut. Melihat pesawat datang, merasalah si egois, ini adalah bagian dari doanya yang dikabulkan. Dan rasa itu masih berlanjut ketika dalam pesawat , si egois masih dengan kesombongannya bertanya kepada si orang tadi, “ Doa kamu gimana sih, kok sampai Tuhan tidak mendengarkan apapun darimu.” Si orang tadi tersenyum namun tetap terdiam. “ Coba kamu lihat aku, semua doaku dikabulkan, semua permintaanku dituruti oleh Tuhan,” lanjut si egois, namun si orang tadi hanya tersenyum. Sesampai di kota tujuan, keduanya langsung pulang ke rumah masng-masing. Istri si orang tadi menyambut dengan begitu riang gembira, walaupun melihat suaminya sangat memprihatinkan. Setelah beberapa lama menyimpan rahasia selama ia terdampar, akhirnya ia ceritakan juga rahasia selama ini,” Bukannya aku tidakmemohon kepada Tuhan selama di sana istriku, tapi aku selalu berdoa agar doa temanku tadi dikabulakn, karena apabila permohonan temanku itu dikabulkan, sesungguhnya semuanya cukup untuk kami berdua”. Sungguh sebuah kemuliaan yang tiada tandingnya, mendoakan orang lain tanpa diketahui oleh orang yang kita doakan.

Egois adalah sifat tidak terpuji yang muncul dalam tataran hubungan sosial. Seseorang cenderung mementingkan pribadinya dan jarang memperhatikan kepentingan orang lain. Pengendara sepeda motor memaksakan diri naik ke trotoar untuk menghindari macet dengan tidak memperhatikan hak pejalan kaki, orang seenaknya membuang sampah ke sungai tanpa memperhatikan orang lain yang akan kena banjir. Egois yang seharusnya hanya ada dalam wilayah sosial, sekarang sudah merambah ke wilayah lain. Egois sudah merambah pada wilayah spritual. Saking kuatnya emosional orang tersebut dalam berdoa, terkadang orang sudah tidak memperhatikan hak orang lain. Banyak orang yang berdoa hanya untuk dirinya sendiri. Doa-doanya dipenuhi dengan kata-kata “Ya Allah...bla bla bla...ku, Ya Allah ..bla bla bla...saya”. Orang sudah tidak memperhatikan posisinya sebagai makhluk sosial dalam hubungan spiritualnya kepada Tuhannya.

Meninggalkan sifat egois adalah sifat mulia. Sampai-sampai dikatakan bahwa orang yang mau mendoakan orang lain tanpa diketahui oleh orang yang didoakan, maka sesungguhnya berada dalam kondisi yang sangat mulia. Setiap orang biasanya akan sangat khusyu berdoa, ketika doa tersebut terkait dengan pribadinya atau kepentingan ke-aku-annya. Karena berhubungan dengan kepentingan pribadinya, biasanya doa akan sangat emosional, sehingga ikatan pertemanan, sahabat, apalagi orang lain akan dilupakan. Oleh sebab itulah, ketika seseorang mampu menghadirkan orang lain dalam doa khusyunya, seperti halnya dia berdoa untuk dirinya sendiri, maka orang tersebut dianggap mampu menjadi manusia yang mulia.

Sudahkah kita menghadirkan permohonan teman kita, sahabat kita atau bahkan orang lain dalam doa kita. Kita tidak tahu, darimana doa yang akan dikabulkan oleh Allah. Tapi alasan yang paling penting adalah bagaimana menghilangkan sifat egois dalam doa kita.

Selasa, 10 Mei 2011

Jadikan Kekurangan sebagai Kelebihan..!

Pada suatu waktu, seorang suami terpaksa meninggalkan istri dan keluarganya. Kepergian si suami dikarenakan menerima SK pemindahan ke kota yang jaraknya harus ditempuh dengan bis selama 5 jam. Dengan kondisi seperti itu sang suami hanya bisa mengunjungi keluarganya setiap akhir pekan. Selama ini, untuk pergi ke kantor suami dan istri tersebut berbocengan dengan sepeda motor, karena kebetulan kantor istri dan suaminya berdekatan. Begitu sebaliknya ketika pulang kantor, si suami akan menjemput istrinya terlebih dulu untuk kemudian bersama-sama pulang ke rumah. Kenapa seperti itu? Ternyata si istri selama ini tidak bisa naik motor atau lebih tepatnya tidak mempunyai keberanian naik motor.

Jarak rumah keluarga tersebut ke kantor kurang lebih 15 km, apabila dia menggunakan kendaraan umum maka harus naik 2 s.d. 3 kali. Lama perjalanan bisa memakan waktu 1 jam lebih, belum lagi waktu yang digunakan untuk menunggu bisnya, apalagi satu-satunya bis yang menuju rumahnya tidak tentu waktunya. Sepeninggal suaminya, mengharuskan si istri sendiri dengan naik angkutan umum. Ia berangkat pagi-pagi sekali dan pulangnya pun sudah mulai gelap. Belum lagi sesampai di rumah masih harus membereskan rumah dan mengurusi anaknya yang masih berumur 3 tahun. Dapat dibayangkan betapa repotnya si istri tadi, ditambah juga si istri sedang hamil 6 bulan. Hampir tiap hari di awal-awal si suami di kota yang baru, komunikasi antara keduanya selalu mengenai bagaimana istri berangkat dan pulang hari itu, bagaimana kondisi rumah, anak-anak dan si kecil yang masih dikandungnya.

Sebenarnya si suami sudah sering memotivasi agar istrinya belajar dan berani naik sepeda motor. Berbagai alasan disampaikan si suami tentang manfaat kalau istrinya bisa dan berani naik motor. Dari alasan bisa menghemat waktu sampai alasan bisa lebih mobile (kemana-mana tidak terhambat dan tergantung orang lain), yang jelas banyak pekerjaan yang bisa dilakukan dalam waktu lebih singkat. Ada satu kalimat yang sering diyakinkan oleh si suami yaitu, “ Dik, sekali kamu mempunyai keberanian naik motor maka selanjutnya naik motor akan menjadi sesuatu yang sangat sederhana”. Namun tetap saja dengan berbagai alasan, si istri tidak menuruti apa kata suaminya.

Sampai akhirnya pada suatu malam dalam sebuah percakapan, seperti biasa si suami memberikan motivasi lagi kepada istrinya, dan yang membuat kaget suaminya malam itu adalah istrinya mau mencoba, walaupun sempat tarik ulur, akhirnya si suami mampu meyakinkan istrinya. Dan benar, pada hari itu, kalau tidak salah hari Senin, si istri pergi ke kantor dengan naik sepeda motor. Sampai di kantor si istri kemudian menelepon suaminya bahwa dia telah sampai di kantor dengan selamat. Dan benar, hanya butuh satu hari saja, hari hari berikutnya naik motor bukan menjadi sesuatu yang menakutkan bagi si istri tadi.

Suatu hal yang menjadi catatan dari peristiwa tadi adalah bahwa kekurangan seseorang akan menjadi pula sebagai kelebihannya. Seorang istri yang ditinggal jauh suaminya, tentunya sebuah kekurangan bagi istri, kalau dalam istilah Jawa disebut dengan “gothang”, istilah yang dipakai untuk seekor belalang yang kehilangan salah satu kaki panjangnya. Keterbatasan karena tidak didampingi oleh suaminya ternyata membangkitkan motivasi dalam dirinya untuk mengalahkan ketakutan yang selama ini mendekam dalam dirinya. Motivasi itu kan dipaksa muncul oleh sebuah kondisi keterbatasan . Barangkali, apabila suaminya tidak dipindahtugaskan ke luar kota, mungkin keberanian itu tidak akan muncul. Ibarat suatu pepatah yang pernah saya baca kursi empuk bikin ngantuk. Kondisi nyaman yang dirasakan secara terus menerus oleh seseorang akan membuat orang itu kehilangan motivasi untuk meraih sesuatu yang lebih berharga.

Ketika seseorang berada dalam sutu kondisi lemah atau kurang maka biasanya ia termotivasi untuk menjadi pribadi yang luar biasa. Ia tidak mau dikasihani karena keterbatasan dan kekurangan dirinya. Justru kekurangan itu digunakannya untuk meraih kelebihan. Sebuah keinginan yang sulit dinalar. Namun, saya menangkap bahwa keinginan itu akan tercapai. Mengapa? Karena motivasi akan melahirkan energi yang luar biasa dahsyatnya.

Keterbatasan tidak boleh menjadi penghalang untuk menjadi pribadi yang unggul. Kekurangan hendaknya memberikan semangat dan energi positif untuk menjadi sosok pribadi yang lebih mandiri dan mampu menjadi inspirasi bagi pribadi yang lain untuk lebih berprestasi.



untuk istriku, mengenang bulan Mei 8 tahun yang lalu...tetap semangat...jadikan kekurangan ini sebagai sebuah kelebihan..

Jumat, 06 Mei 2011

Jangan Melihat dari Sudut Pandang yang Sempit

Dari sebuah email, saya mendapatkan sebuah pelajaran begitu berharga untuk dijadikan sebuah renungan. Berikut ini adalah pelajaran tersebut :

Suatu hari seorang suami pulang dari bekerja kerja, dan mendapati tiga orang anaknya sedang berada di depan rumah.
Semuanya bermain lumpur, dan masih memakai pakaian tidur
Berarti semenjak bangun tidur, mereka belum mandi dan belum berganti pakaian

Sang suami melangkah menuju ke dalam rumah, ternyata .. kotak-kotak bekas bungkus makanan tersebar di mana-mana, kertas-kertas bungkus dan plastic bertebaran tidak karuan dan … pintu rumah bagian depan dalam keadaan terbuka.

Begitu ia melewati pintu dan masuk ke rumah lebih dalam lagi masyaAllah, kacau … berantakan …, ada lampu yang pecah, ada sajjadah yang tertempel dengan permen karet di dinding, televisi dalam keadaan on dan dengan volume maksimal, boneka bertebaran di mana-mana, pakaian acak-acakan tidak karuan menyebar ke seluruh penjuru ruangan.

Tak jauh berbeda adalah ruangan dapur, tempat cucian piring penuh dengan piring kotor, sisa makanan pagi masih ada di atas meja makan, pintu kulkas terbuka lebar.

Sang suami mencoba melihat lantai atas.
Ia langkahi boneka-boneka yang berserakan itu.
Ia injak-injak pula pakaian yang berserakan tersebut, maksudnya adalah hendak mendapatkan istrinya, siapa tahu ada masalah serius dengannya.
Pertama sekali ia dikejutkan oleh air yang meluber dari kamar mandi semua handuk berada di atas lantai dan basah kuyup sabun telah berubah menjadi buih tisu kamar mandi sudah tidak karuan rupa, bentuk dan tempatnya cermin penuh dengan coretan-coretan odol.

dan

Begitu ia melompat ke kamar tidur, ia dapati istrinya sedang tiduran sambil membaca komik!!!
Melihat kepanikan sang suami, sang istri memandang kepadanya dengan tersenyum. Dengan penuh keheranan sang suami bertanya: “apa yang terjadi hari ini wahai istriku?!!”.

Sekali lagi sang istri tersenyum seraya berkata:“bukankah setiap kali pulang kerja engkau bertanya dengan penuh ketidak puasan: ‘apa sih yang kamu kerjakan hari ini wahai istriku’, bukankah begitu wahai suamiku tersayang?!”
“Betul” jawab sang suami.
“Baik” kata sang istri “hari ini, aku tidak melakukan apa yang biasanya aku lakukan”.

Pesan yang ingin disampaikan adalah:
  1. Penting sekali semua orang memahami, betapa orang lain mati-matian dalam menyelesaikan pekerjaannya, dan betapa besar pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang lain itu agar kehidupan ini tetap berimbang, berimbang antara take and give.

  2. Dan … agar tidak ada yang mengira bahwa dialah satu-satunya orang yang habis-habisan dalam berkorban, menanggung derita, menghadapi kesulitan dan masalah serta menyelesaikannya.

  3. Dan … jangan dikira bahwa orang-orang yang ada di sekelilingnya, yang tampaknya santai, diam, dan enak-enakan … jangan dikira bahwa mereka tidak mempunyai andil apa-apaa

  4. Oleh karena itu, hargailah jerih payah dan kiprah orang lain dan jangan melihat dari sudut pandang yang sempit.

Pemimpin yang Rendah Diri

Salah satu sifat pemimpin yang sulit dicari saat-saat ini adalah pemimpin yang rendah hati. Pemimpin yang rendah hati adalah pemimpin yang memposisikan dirinya sebagai bagian dari sekelompok manusia dalam organisasi sehingga mampu memberikan dorongan dan bimbingan kepada orang-orang yang dipimpinnya, tanpa ada rasa canggung untuk memberikan penghargaan dan hak-haknya.

Seperti akar katanya, pemimpin berasal dari kata pimpin yang mendapat imbuhan em. Salah satu arti kata pimpin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memegang tangan seseorang sambil berjalan untuk menuntun atau menunjukkan. Berangkat dari makna pimpin yang berarti memegang tangan seseorang untuk menuntun, dapat dikatakan bahwa apabila dilihat dari kesamaan saat gerak antara pemipim dan orang yang dipimpin, maka seorang pemimpin harus mempunyai posisi gerak yang sama. Mereka akan berjalan bersama-sama karena pemimpin akan bergerak mengikuti orang-orang yang dituntunnya. Pemimpin bukanlah orang yang berpikir hanya mempunyai hak untuk memerintah dan memiliki otoritas untuk meminta orang lain melakukan sesuatu. Ketika makna kepemimpinan hanya dipersempit sebagai sebuah otoritas untuk bisa menggerakkan bawahannya maka akan timbul sebuah konsep bahwa pemimpin harus pandai dan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.

Menjadi pemimpin yang rendah hati memerlukan sebuah proses. Rendah hati adalah sebuah moralitas yang kedudukannya sangat tinggi dalam sebuah kepemimpinan. Menjadi pemimpin adalah saat seseorang terpilih diantara orang-orang lain untuk menjadi pihak yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Dan saat itulah sebenarnya, seorang yang terpilih tadi diuji apakah dia mampu menghilangkan sikap lebih baik dan lebih tinggi ketika ia memandang orang lain yang tidak terpilih. Mampukah ia menggantinya dengan sikap rendah hati.

Jim Collins (2005) seperti ditulis oleh Fatchiah E. Kertamuda dalam rubrik Spirit Bisnis Indonesia Weekend, menyatakan bahwa pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu mengkombinasikan karakter rendah hati sebagai manusia dan sikap profesional sebagai seorang pemimpin, yang ia disebut dengan istilah executive. Untuk medapatkan level tersebut, seorang pemimpin harus melalui level-level sebelumnya. Menjadi pemimpin yang mempunyai karakter rendah hati dan profesional, seorang pemimpin harus melalui empat level dalam proses kepemimpinannya.

Level ke-1 adalah highy capable individual. Pada level ini, seorang pemimpin akan diuji kemampuan dan keterampilannya untuk memberikan kemajuan bagi organisasi yang dipimpinannya. Level ke-2 adalah contributing team member, yang mana seorang pemimpin dituntut agar mampu bekerja dalam sebuah tim dan bersama-sama melakukan usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Level ke-3 adalah competent manager, yang mana seorang pemimpin mampu mengorganisasi orang-orang yang dipimpinnya agar secara efektif dan efisien mampu meraih visi dan misi organisasi. Level ke-4 adalah effective leader. Pada level ke-4 ini, pemimpin harus mampu selalu memberikan motivasi dan semangat kerja kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk memperoleh hasil yang optimal. Pemimpin yang hebat adalah ketika seorang pemimpin mampu melewati keempat level kepemimpinan tadi dan mampu menjadi pemimpin profesional yang rendah hati (humble).

Menjadi pemimpin yang rendah hati adalah sulit dan butuh perjuangan. Ia harus berusaha untuk bisa melewati kualifikasi-kualifikasi yang ditentukan pada level-level di bawahnya. Sulit bukan berarti tidak mungkin. Rendah hati adalah suatu sifat mulia yang bisa ditimbulkan dengan melatih seseorang untuk selalu bijaksana, tidak sombong, peduli kepada orang lain dan ikhlas dalam menjalanakan kepemimpinanannya. Sifat-sifat tersebut sebenarnya merupakan sifat dasar manusia yang mudah dan sederhana untuk diaplikasikan dalam proses kepemimpinannnya. Yang jelas, dengan selalu membiasakan mengendalikan diri dengan sifat-sifat ikhlas, peduli, berempati dengan orang-orang yang dipimpinannya maka dengan sendirinya akan memunculkan sifat rendah hati dalam karakter kepemimpinannya.

Sifat rendah ahti yang melekat kepada sebuah kepemimpinan akan melahirkan sebuah perilaku yang merupakan cerminan dari sifat positif pribadinya dan akan mampu membangkitkan semangat bekerja pada orang-orang yang dipimpinnya. Kita tidak bisa pungkiri bahwa memang banyak faktor yang membentuk sebuah karakater seorang pempimpin yang hebat, namun dengan rendah hati, paling tidak akan menjadi salah satu faktor penentu dalam mensukseskan amanah yang diberikan kepadanya sebagai seorang pemimpin.



tulisanku, 06-05-2011, 11.00 WIB